Rabu 16 Jul 2014 13:30 WIB
samba 2014

Sukses yang Terencana

Red:

Usai menahan bola dengan dadanya, Mario Goetze menyambar dan melepaskan tendangan keras ke arah gawang Argentina. Upaya kiper Albiceleste, Sergio Romero, untuk menghalau bola itu pun sia-sia belaka lantaran sudut yang sempit dan kecepatan Goetze dalam mengeksekusi peluang tersebut.

Berkat aksi dan gol Goetze pada menit ke-113 itu, Jerman merengkuh titel keempat Piala Dunia. Rekor sebagai tim Eropa pertama yang menjuara Piala Dunia di tanah Amerika Latin juga menjadi miliki tim Panzer.

Tampilnya Goetze sebagai pahlawan kemenangan Jerman pada laga puncak Piala Dunia 2014 itu menjadi penegas keberhasilan sistem restrukturisasi pembinaan dan penyaringan pemain muda di Jerman. Sebagai catatan, Goetze baru berusia 22 tahun 33 hari saat mencetak gol di Stadion Maracana tersebut. Gelandang serang Bayern Muenchen itu pun menempati posisi kedua sebagai pencetak gol termuda pada partai final Piala Dunia.

Goetze dan delapan penggawa timnas Jerman lainnya merupakan bukti keberhasilan pola pembinaan pemain muda di Jerman. Pola pembinaan pemain muda yang diadopsi Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) akhir 2000 silam pascakegagalan mereka pada Piala Eropa 2000. Pada saat itu, salah satu kebijakan utama DFB adalah mengenalkan sepak bola kepada anak-anak usia dini, yaitu saat menginjak usia enam tahun.

Program ini diperkenalkan di Jerman lewat pusat pelatihan sepak bola dan di bawah pengawasan pelatih yang mendapatkan lisensi dari DFB. Untuk itu, DFB menyediakan tenaga pengajar dan pelatih yang mencapai 1000 orang untuk memberikan pelatihan awal terhadap anak usia 8-14 tahun.

Anak-anak itu pun mendapat pola latihan dasar. Latihan pertama menyangkut fisik. Pemain usia belia di Jerman dituntut punya fisik yang prima.

Dengan pola latihan yang lebih banyak pada menu lari, pemain muda ini ditempa fisik sekaligus mentalnya. Berdasarkan data New York Times, hingga saat ini Jerman memiliki 366 pusat pelatihan untuk anak-anak dan diikuti 25 ribu anak-anak. Pada awal penerapan program ini, DFB merogoh kocek sedalam 13 juta dolar AS. Program yang masif ini diharapkan menjaring bibit pemain muda berbakat di Jerman.

Setelah fisik anak-anak digenjot di pusat pelatihan sepak bola, baru dijejali menu teknik. Mulai dari menendang, kontrol, hingga dribling bola. Sampai pada proses ini, anak-anak itu belum dipisah berdasarkan posisi bermain.

Nantinya, anak-anak itu memasuki usia delapan hingga 12 tahun dan memiliki bakat istimewa. Lalu, pemain itu dipromosikan dan direkomendasikan ke akademi junior klub-klub anggota dua kompetisi teratas Liga Jerman, Bundesliga dan Bundesliga2. Di klublah menu taktik diberikan pada anak-anak yang memiliki bekal fisik dan teknik merata. Di akademi klub pula, pemain fokus berlatih di setiap posisi permainan.

Memang, kebijakan pembinaan pemain muda DFB ini juga termasuk dengan adanya kewajiban untuk semua klub peserta Bundesliga dan Bundesliga 2 untuk memiliki akademi sepak bola secara mandiri.

Bahkan, berdasarkan data DFL (Badan Otoritas Liga Jerman), setidaknya dalam rentang waktu 2001 hingga 2011, klub-klub profesional di Jerman mengucurkan dana sebesar 681 juta dolar AS demi memperbaiki ataupun memperbarui akademi sepak bola mereka. Sistem ini pun terus berjalan dengan baik. The Guardian menyebut, dalam satu generasi, jumlah total pemain muda yang melanjutkan jenjang karier mereka ke akademi sepak bola klub profesional di Jerman dapat mencapai sekitar 5 ribu orang.

Pola kerja sama sinergis ini memberikan keuntungan pada kedua belah pihak, baik pihak klub maupun DFB. Di sisi klub, mereka bisa berhemat tanpa mendatangkan pemain asing yang mahal. Sementara di sisi lain, banyaknya pemain muda Jerman yang bergabung dengan klub profesional akan memudahkan dalam memilih pemain untuk Die Manschaft. ''Jika kami bisa membantu klub, maka mereka juga akan membantu karena para pemain timnas, pemain level usia di timnas, dan tim Joachim Loew didapat dari klub-klub ini,'' ujar mantan direktur olahraga DFB Robin Dutt.

Dengan program pembinaannya, gelar juara dunia Jerman sejatinya sudah terencana. Goetze buktinya. Sejak usia delapan tahun, Goetze digembleng menu dasar sepak bola di akademi Borussia Dortmund. Sejak itu pula, Goetze dipersiapkan sebagai pahlawan sepak bola negeri Bavaria.n red: reja irfa widodo ed: abdullah sammy

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement