Aksen loreng, topi baret, lencana, pangkat bahu, serta sepatu PDH (pakaian dinas harian) merupakan atribut Tentara Nasional Indonesia (TNI). Aksen ini ternyata tak lagi utuh milik TNI hari ini. Jika pada era 1997-1998 aksen pakaian bergaya militer ini cukup mendapat cibiran, bahkan membuat luka lama masyarakat, sepanjang tahun 2015 hingga awal 2016 ini ternyata berpakaian gaya militer kembali diminati dan dijadikan salah satu cara bagi para organisasi dan lembaga sipil untuk meningkatkan performa dan kegagahan diri.
Pakaian dinas sipil dan juga seragam penjagaan serta organisasi masyarakat hari ini banyak sekali yang memakai gaya militer. Meski tak persis, gaya militer ini memang sukses membuat orang takut dan mengeneralisasi bahwa pakaian gaya ala militer tersebut merupakan anggota TNI yang berekspansi melakukan penjagaan hingga ke jantung masyarakat.
Hal ini seperti diungkapkan Darmantyo (52 tahun) seorang pria asal Klaten yang bekerja sebagai pedagang soto di Jakarta. Darmantyo menyebut para Polisi Khusus Kereta (Polsuska) sebagai anggota TNI. Ia mengatakan, hari ini penjagaan di stasiun maupun gerbong kereta sangat ketat. Darmantyo mencontohkan, ketika dirinya kesulitan mencari tiket yang kadang sudah ludes dan berharap ada calo yang bisa memberikan tiket kereta padanya menuju kampung halaman. Namun, saat ini, menurutnya, memang susah mencari calo sebab ada TNI yang berjaga. "Sekarang calo susah, Mbak, jadi harus beli tiket langsung. Soalnya, banyak tentara yang jaga," ujar Darmantyo ketika di temui Republika di Stasiun Pasar Senen, Rabu (5/1).
Ternyata, yang dimaksud tentara oleh Darmantyo tak lain adalah polisi khusus kereta api yang memang secara penampilan mirip dengan tentara. Mengenakan baret oranye dan seragam berawarna biru tua pekat, sepatu PDH hitam, dan tak lupa senapan angin yang dikalungkan di tubuh mereka.
Sekilas, bagi warga umumnya, gaya macam militer tersebut mampu membuat mereka bertekut lutut. Banyaknya calo kini tak lagi bisa bergerak bebas, begitu juga warga yang alih-alih hendak melanggar tata tertib stasiun, seperti merokok di ruangan dan membuang sampah sembarangan, jadi takut karena mata Polsuska yang mengawasi gerak-gerik warga.
Memang, sekilas pakaian Polsuska mirip dengan pakaian TNI AU. Pertama, dari segi warga dan bentuk baju. Pakaian Polsuska ada dua warna, pertama biru gelap dan cokelat kehijauan. Kedua, seragam tersebut memiliki model yang sama seperti Angkatan Udara. Khususnya, pada baret oranye, baret yang dikenakan oleh Polsuska sama seperti baret oranye Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU.
Selain Polsuska, dua kementerian disebut-sebut memiliki seragam bergaya militer. Pertama, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian Perhubungan mempunyai seragam dasar berwarna putih, tapi memiliki aksen dan atribut yang sama seperti TNI AU. Begitu juga dengan Kementerian Hukum dan HAM yang malah memakai warna biru muda atau biru langit yang sama seperti yang dikenakan oleh pakaian dinas TNI AU.
Menanggapi hal ini, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo angkat bicara. Menurutnya, hal ini bukan sesuatu hal yang penting untuk dipermasalahkan. Meski ia tak menampik adanya seragam sipil yang bergaya militer memang mempunyai dampak positif dan negatif bagi masyarakat juga TNI. Meski begitu, Gatot menanggapi santai hal ini. "Gak sama kan, kan mirip saja. Gak masalah lah," ujar Gatot saat ditemui Republika usai Rapim TNI awal Januari kemarin.
Gatot juga bersikap untuk tidak berkomentar banyak terkait hal ini. Karena, menurutnya, hal tersebut wewenang pemerintah. Apalagi, pihaknya dengan kementerian lembaga terkait berada sejajar maka, menurut Gatot, tak etis jika dirinya menilai dan mengomentari hal tersebut.
Berbeda dengan Gatot, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna berpendapat tajam soal miripnya pakaian sipil yang bergaya ala militer. Agus merasa hal ini bisa saja berdampak negatif. Ia menilai, seharusnya seragam dinas sipil, baik kementerian dan lembaga mempunyai ciri khas masing-masing. Karena, jika sama dengan militer, Agus khawatir jika lambang dan atribut mirip TNI tersebut membuat masyarakat salah persepsi.
"Nah, itu. Kalau mirip kemudian ada oknum yang berbuat merugikan, jangan jangan masyarakat nanti anggap itu ulah TNI. Belum tentu, begitu juga sebaliknya," ujar Agus saat ditemui Republika di Markas Komando Operasi Satu, Selasa (5/1).
Agus bahkan menyebut, tak hanya organisasi masyarakat yang memakai atribut mirip TNI, tetapi juga kementerian lembaga yang memakai atribut seragam sama seperti TNI AU. Agus menyebutkan, misalnya, seragam dinas yang dikenakan oleh Kementerian Perhubungan, Polisi Khusus Kereta Api, dan seragam dinas Kementerian Hukum dan HAM.
Agus menilai, jangan sampai kesamaan atribut ini malah akan berdampak buruk bagi kedua lembaga, baik TNI juga kementerian lain. Ia tak ingin jika ada oknum yang berbuat ulah, TNI dipersalahkan, begitu juga sebaliknya, ketika TNI khilaf, kemudian yang dipersalahkan adalah mereka.
"Saya sudah kirim surat ke kementerian terkait soal seragam ini. Saya sih mintanya agar tak samalah. Takut takut, nanti ada oknum yang menyalahgunakan. Tapi, semoga ke depan, baik kita maupun mereka sama-sama memperbaiki diri, sehingga 2016 ini kita semua baik dan tertib," ujar Agus.
Agus mengatakan, mengembalikan hal ini kepada pemerintah. Ia mengatakan, sudah mengirimkan surat kepada kedua belah pihak. Tapi, kembali lagi, Agus pun menunggu kebijakan pemerintah dalam menanggapi kesamaan seragam sipil yang mirip TNI ini.
Bagi TNI AU, khususnya, dan TNI umumnya, penggunaan perlengkapan militer perorangan, yang, antara lain, berupa seragam dan atribut militer, secara yuridis formal, penggunaan seragam dan atribut militer di lingkungan TNI AU/TNI telah diatur dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/346/X/2004 tanggal 5 Oktober 2004 tentang Pedoman Penggunaan Pakaian Dinas Seragam TNI dan Peraturan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Perkasau/130/XII/2008 tanggal 2 Desember 2008 tentang Pedoman Penggunaan Pakaian dinas seragam TNI AU. Tujuannya jelas, untuk memelihara soliditas prajurit, meningkatkan rasa disiplin, membangun citra institusi dan sekaligus tanggung jawab prajurit.
"Dengan demikian, penggunaan pakaian seragam dan atribut militer oleh prajurit TNI AU/TNI tentunya bukan untuk tujuan gagah-gagahan, tetapi sebagai identitas sekaligus tanda pembeda institusi militer sebagai combatan terhadap institusi nonmiliter sebagai civilian," ujar Agus.
Agus mengatakan, jika saat ini memang ada sebagian pihak yang hendak memakai atribut TNI dalam kesehariannya juga untuk menunjukkan identitas mereka. Maka, Agus kembali mempertanyakan soal dasar hukum tersebut. Karena, jangan sampai ketika tak ada dasar hukum yang kuat maka akan menimbulkan kesalahpahaman.
Keresahan Angkatan Udara ini juga disambut oleh Menteri Pertahanan RI Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu. Ia menilai, memang perlu adanya penertiban terkait seragam yang mirip TNI ini. Ryamizard berpendapat, sebenarnya tak ada masalah serius dalam hal ini, tetapi jangan sampai persoalan seragam ini membawa dampak negatif seperti adanya penyalahgunaan dan membuat masyarakat salah paham.
Ryamizard mencontohkan, misalkan, ada kasus oknum-oknum nakal yang mencoba memeras orang atau juga memakai atribut TNI untuk meminta pungutan liar. Ia tak menampik jika memang sepanjang tahun ini banyak juga terjadi kasus TNI gadungan atau personel gadungan yang memakai atribut TNI.
"Ya, nanti kita akan tertibkan. Minimal, kita buat aturannya lah agar tak bikin salah paham. Juga, soal lambing-lambang TNI. Itu juga tidak boleh ditiru atau digunakan oleh sembarangan orang," ujar Ryamizard ketika ditemui Republika, Kamis (7/1).
Diskusi
Sedangkan, ketika dikonfirmasi terkait hal ini, Staf Ahli Kementerian Perhubungan Hadi M Djarid mengatakan, jika pihaknya belum menerima surat imbauan baik dari Kepala Staf Angkatan Udara maupun dari Menteri Pertahanan. Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya terbuka kepada ruang diskusi. Ia sendiri mengaku, tak tahu seragam mana yang disinggung oleh KASAU yang disebut sebut mirip dengan TNI.
Hadi menilai, jika memang ada yang menurut KASAU tidak pas dengan pakaian yang dikenakan para personel Kemnhub maka baiknya memang ada diskusi langsung dengan pihak Kemenhub untuk bisa meluruskan persoalan. Hadi menilai, sikap KASAU yang sesumbar di media massa malah hanya memunculkan wacana dan opini publik. Ia membuka ruang diskusi agar bisa kedua belah pihak saling berkoordinasi.
Hadi mengatakan, ada setidaknya tiga jenis seragam dari Kementerian Perhubungan, pakaian dinas sipil berwarna putih dengan bawahan biru pekat, dan lambang pangkat di bahu. Selain itu, ada seragam yang dikenakan para penjaga di depan Kemenhub yang berwarna biru gelap, sedangkan satu lagi seragam dinas sipil kementerian berwarna biru langit.
Hadi mengatakan, memang sempat ada perubahan dalam seragam ini. Dulu, sebelum Ignatius Jonan memimpin Kemenhub, seragam yang biasa dipakai memang berwarna biru langit. Namun, atribut tersebut kemudian diubah oleh Jonan dengan warna putih. Pemilihan warna putih ini ternyata bukan sembarang. Menurut Hadi, ada makna filosofis yang sengaja ingin diangkat oleh Kemenhub.
"Memang, dulu biru muda, tapi sekarang putih. Karena, Kemehub sifatnya pelayanan. Jadi, warna putih menyimbolkan kebersihan dan rasa pelayanan bagi masyarakat. Jadi, kami juga masih abu-abu, ini yang dimaksud sama KASAU yang mana ya?" ujar Hadi saat dihubungi Republika, Kamis (7/1).
Sedangkan, untuk Polisi Khusus Kereta Api sendiri disebut Hadi memang bukan di bawah wewenang Kementerian Perhubungan meski secara garis koordinasi memang ada. Hadi sendiri mengatakan, untuk seragam Polsuska tersebut merupakan wewenang langsung dari PT KAI.
Hal yang sama juga dilontarkan oleh kepala staf Angkatan lain baik Angkatan Laut maupun Angkatan Darat. Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi menilai, hal tersebut memang perlu ditertibkan agar tak terjadi kesalahpahaman. Namun, Ade menilai, adanya kesamaan ini karena warga mungkin merasa senang dengan TNI.
Menanggapi hal ini, baik Polsuska maupun Kemenkumham belum bisa berkomentar banyak. Karena, menurut mereka, peraturan seragam memang ada diatur dalam peraturan internal. Ketika ditanya soal asal mula ide seragam yang mirip TNI ini, kedua belah pihak tak bisa berkomentar banyak karena bukan pihak yang merumuskan.
Humas PT KAI Bambang mengatakan bahwa seragam Polsuska berbeda dengan TNI AU, meski memang ia tak menampik jika dari segi warna dan aksen memang mirip dengan TNI AU. Ia menyadari memang jika warna baret yang dikenakan oleh Polsuska mirip dengan topi AU.
"Saya belum bisa komentar banyak, ini masih dibahas di internal dulu," ujar Bambang ketika dihubungi Republika, Jumat (8/1).
Sedangkan, pihak Kementerian Hukum dan HAM mengatakan, adanya ide seragam saat ini tak lepas dari inisiator Menteri Hukum dan HAM yang lalu, Patrialis Akbar. Ia mengatakan, ada peraturan internal yang memang mengatur masalah seragam tersebut. Ide dan peraturan tersebut disimpulkan melalui rapat terbatas jajaran pejabat Kemenkumham.
Kepala Subbagian Humas Kemenkum dan HAM Fitriadi Agung Prabowo mengatakan, mengenai seragam yang dikenakan oleh seluruh staf Kemenkumham sesuai aturan yang telah dibuat oleh pimpinan. Peraturan mengenai seragam dan atribut pegawai Kemenkum dan HAM tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.HH-02.KP.07.02 Tahun 2011.
"Belum ada surat dari AU, kita juga malah baru tahu. Ya, kalau memang ada yang perlu didiskusikan, kita terbuka saja," ujar Fitriadi saat dihubungi Republika, Jumat (8/1). Ed: muhammad hafil