Jumat 15 Aug 2014 15:00 WIB

Logistik tak Sampai ke Distrik Mapia Barat dan Tengah

Red: operator

KPU Dogiyai menggunakan formulir berita acara penghitungan suara pemilu legislatif saat pemilu presiden.

JAKARTA-- Pendistribusian logistik dalam penyelenggaraan pemilu presiden di Papua masih mengemuka dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PKPU) presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).

Majelis hakim konstitusi memeriksa saksi Kapolres Nabire AKBP Tagor Hutapea melalui video conference. Tagor saat itu menyebut jajarannya membantu pendistribusian logistik ke Kabupaten Dogiyai. "Pada 7 Juli waka (polres) saya perintahkan untuk memimpin pergeseran pasukan membawa logistik pemilu dari Nabire ke Dogiyai," kata dia.

Dalam persidangan, Tagor menjelaskan wakapolres beserta jajaran dan staf KPU Kabupaten Dogiyai berangkat ke Dogiyai untuk membawa logistik dari Nabire. Setibanya di Dogiyai, logistik dititipkan di Polsek Kamu karena belum adanya anggota KPU setempat untuk melakukan serah terima.

Pada malam harinya, ia mengatakan, ada panitia pemilihan distrik (PPD) yang mengambil logistik dari wilayah Mapia, yaitu Distrik Mapia Barat, Tengah, dan Induk. Aparat kepolisian kemudian ikut mengantar logistik dan kemudian disimpan di Distrik Mapia Induk. "Ini kurang lebih pukul 1 pagi, tanggal 9 (Juli)," ujar dia.

Saat ditanya apakah logistik itu sampai ke dua distrik lainnya, ia tidak mengetahuinya saat itu. "Sampai terakhir memang tidak sampai karena kesepakatan penyelenggara pemilu dan kesepakatan warga Mapia Tengah dan Barat akan melakukan pencoblosan di Mapia Induk," kata dia.

Sementara itu, saksi pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di Kabupaten Dogiyai, Naftali Keiya, dalam sidang perkara PHPU di MK membantah pernyataan Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Dogiyai yang menyatakan dua distrik bermasalah. Sebab, saat penghitungan suara tidak ada yang menyatakan keberatan. Dari 10 distrik di Kabupaten Dogiyai, Prabowo-Hatta mendapat nol suara, sedangkan Jokowi-JK mendapat 107.558 suara.

Hakim konstitusi Patrialis Akbar langsung menanggapi dan mengajukan pertanyaan kepada Naftali yang menyebutkan tidak ada keberatan saat penghitungan suara. Padahal, dalam sidang sebelumnya disebutkan dua distrik di Dogiyai, yakni Mapia Barat dan Mapia Tengah, tidak dilakukan pemungutan suara. "Itu kan tidak ada pemilu di sana, bagaimana kok saudara mengatakan tidak ada keberatan, coba jelaskan lagi," tanya Patrialis. Naftali menjawab, "Kebiasaan masyarakat pegunungan sistem ikat berlaku. Saat pemungutan suara lakukan tingkat distrik."

Mendapat jawaban tersebut, Patrialis langsung menimpali. "Jangan mengada-ada, tidak baik." Setelah itu, Naftali segera mengakhiri keterangannya di persidangan.

Terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua Robert Horik dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengatakan, KPU Dogiyai melakukan dua kesalahan fatal. Yakni, menggunakan formulir berita acara penghitungan suara pemilu legislatif saat pemilu presiden dan tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Dogiyai yang dikeluarkan 15 Juli 2014 untuk melakukan pemungutan suara ulang di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat. Sebab, diketahui di kedua distrik tersebut tidak dilakukan pemungutan suara sesuai prosedur.

Ketua KPU Dogiyai Didimus Dogomo mengatakan, KPU Dogiyai baru menerima surat rekomendasi Bawaslu pada 16 Juli malam. Sementara, saat itu mereka tengah bersiap untuk mengikuti rekapitulasi suara tingkat provinsi yang akan dilakukan 17 Juli.

Sementara, terkait penggunaan formulir D pileg, Didimus mengklaim KPU Dogiyai belum menerima formulir model DB untuk pilpres. "Sementara, kami harus berangkat ke Jayapura, kami pakai form pileg dulu. Saat di provinsi kami dikasih tahu salah, kami tidak sadar lalu kami rombak," ujar Didimus menjelaskan. rep:Irfan Fitrat/Ira Sasmita/c87 ed: muhammad fakhrudd

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement