Pendapat Jusuf Kalla terkait suksesi hanya akan menjadi masukan.
BOGOR — Arah gerak Partai Golkar belakangan menjadi pertanyaan menyusul adanya dua arus berbeda menyikapi posisi partai ke depan. Ada yang tetap konsisten menginginkan Golkar tetap dalam koalisi Merah Putih, ada juga yang mendorong partai itu bergabung dengan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menyebutkan bahwa partainya tetap berada di Koalisi Merah Putih. “Kami telah menyatakan sebagai koalisi permanen setidak-tidaknya untuk kurun waktu lima tahun ke depan, mengawal,” katanya selepas mengikuti upacara hari peringatan ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia di Lapangan Polo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (17/8).
Ada yang menilai sikap Golkar akan berubah setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Akbar menyatakan, partainya akan bertahan dengan keputusan yang sudah diambil apa pun putusan MK.
Ia menilai, putusan yang dibuat sudah menjadi pertimbangan terbaik untuk memperkuat posisi partai. “Khususnya yang berhimpun dalam koalisi untuk mengawal pembangunan bangsa kita dalam kaitan dengan pemerintah lima tahun ke depan,” ujarnya.
Apabila tidak menjadi bagian dari pemerintahan, Akbar tidak ingin menyebut Golkar sebagai oposisi. Ia mengatakan, partai berlambang pohon beringin itu akan mengeluarkan sikap-sikap kritis terkait pembangunan bangsa yang berlandaskan pada kepentingan negara dan rakyat. “Kami tidak menyebut sebagai oposisi, tapi kami akan memosisikan diri sebagai kekuatan penyeimbang,” katanya.
Golkar juga akan mengikuti hasil Musyawarah Nasional (Munas) 2009 untuk menyelenggarakan munas berikutnya pada 2015. Sekarang ini bursa calon ketua umum Partai Golkar sudah ramai dengan munculnya sejumlah nama.
Akbar mengatakan, suara yang menentukan, yaitu para pimpinan partai di tingkat daerah, DPD I, dan DPD II. Ia menyatakan, pendapat JK terkait suksesi kepemimpinan di partai beringin hanya akan menjadi masukan. “Merekalah yang berdaulat untuk menentukan siapa jadi ketum. Bahwa ada masukan dan pendapat, ya bisa saja sebagai satu masukan,” ujarnya.
Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie sudah memutuskan untuk memberikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Bahkan Golkar ikut bersama sejumlah partai lainnya menandatangani kesepakatan koalisi permanen Merah Putih. Selain Golkar, partai lain yang sepakat untuk koalisi permanen itu, yakni Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan PBB.
Adanya dua arus juga terjadi di PPP. Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy mengatakan, dua arus tersebut terkait posisi PPP di dalam Koalisi Merah Putih atau pemerintah. Menurutnya, PPP akan melakukan sterilisasi tarik-menarik kepentingan dalam partai. Ia menekankan, poin terpenting bagi PPP sebenarnya bukan pada masalah di dalam atau di luar pemerintahan. Apalagi, ia mengatakan, dalam sistem presidensial sebenarnya tidak mengenal istilah oposisi. “PPP akan menjadi partner penyeimbang menjalankan roda kepemimpinan ke depan, di dalam atau di luar (pemerintahan) itu tidak soal,” ujarnya.
Solid
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon tidak mengkhawatirkan suksesi yang bakal dilakukan partai-partai pendukung Prabowo-Hatta, termasuk Golkar. Ia mengatakan, partai-partai dalam Koalisi Merah Putih masih solid memegang kesepakatan yang sudah terjalin. Fadli juga optimistis putusan MK tidak akan mengubah peta koalisi.
Apalagi, sejumlah elite partai koalisi Merah Putih terlihat hadir dalam upacara yang dipimpin langsung capres Prabowo Subianto. Sosok yang hadir, antara lain, cawapres Hatta Rajasa yang juga Ketua Umum DPP PAN, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden PKS Anis Matta, Sekjen PPP M Romahurmuziy, dan Ketua Umum DPP PBB MS Kaban.
Hanya elite Partai Demokrat yang tidak terlihat. Namun, Fadli menyatakan, hal itu hanya masalah waktu, mengingat ada upacara juga di Istana Negara. “Kami juga berharap dalam koalisi Merah Putih di parlemen, Demokrat akan sama-sama dengan kita dan memang meraka juga sudah ikut komitmen itu,” kata dia.
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha mengatakan, arah politik Partai Demokrat tergantung pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia berpendapat, SBY sebenarnya menginginkan bergabung ke Jokowi-JK.
Namun, ada kendala karena belum mencairnya komunikasi antara SBY dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. “Kunci koalisi Partai Demokrat dengan pemerintahan Jokowi-JK adalah mencairnya komunikasi politik antara SBY-Mega.” rep:irfan fitrat/c57 ed: ratna puspita
Golkar Bertengkar
Peringkat Dua Pileg 2014
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
2. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
Kader yang Dipecat
1. Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita karena mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
2. Wakil Bendahara DPP Golkar Nusron Wahid karena mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
3. Poempida Hidayatullah karena mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
4. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono karena paling keras dalam menyuarakan kritik terhadap Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan menyuarakan digelarnya musyawarah nasional Partai Golkar pada 2014.
5. Ketua DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai karena menyuarakan musyawarah nasional pada 2014.
6. Ketua Balitbang Partai Golkar Indra J Piliang karena mendukung Jokowi-JK.
Sikap Tri Karya Golkar
Eksponen ormas Tri Karya Golkar yang terdiri atas SOKSI, Ormas MKGR, dan Kosgoro 57 akan mengirimkan surat resmi kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Surat resmi itu untuk segera membentuk panitia Munas Partai Golkar selambat-lambatnya tanggal 22 Agustus 2014.
Penyebab Perpepecahan
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie memutuskan partai beringin mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Golkar juga bergabung dengan koalisi permanen dengan Partai Gerindra, PKS, PAN, PPP, dan PBB (nonparlemen). Sikap ini ditentang beberapa politikus Golkar karena JK yang berpasangan dengan Jokowi merupakan kader partai beringin. Apalagi, jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Prabowo-Hatta kalah maka Golkar harus berada di luar pemerintahan.
Sumber: Pusat Data Republika