JAKARTA - Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) akan membuka sekat antara partai politik pendukung dan oposisi. Sehingga, kehadiran Koalisi Merah Putih sebagai oposisi tidak akan mendatangkan masalah bagi pemerintahan Joko Widodo-JK hingga 2019.
JK mengatakan, dia tidak akan mengulangi kesalahan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama lima tahun terakhir dengan membentuk Sekretariat Gabungan Partai Koalisi Pemerintah SBY-Boediono. Pembentukan itu dinilainya menyebabkan ada sekat antara partai politik (parpol) di dalam pemerintahan dan di luar pemerintahan. "Akibatnya, terbentuklah sikap oposisi. Kalau saya, tidak seperti itu," kata dia, Senin (25/8)
JK mengatakan, dia tidak akan menganggap parpol di luar koalisi pemerintahan sebagai oposisi. Sebab, parlemen dan pemerintah harus bekerja sama menciptakan kesejahteraan rakyat, bukan bersinggungan setiap kali ada wacana kebijakan.
Jika pemerintahan Jokowi-JK tidak membangun sekat, dia yakin bisa bekerja sama dengan Koalisi Merah Putih. Apalagi, JK menyatakan, sistem presidensial tidak memungkinkan DPR menjatuhkan presiden. Begitu juga sebaliknya, presiden tak bisa membubarkan DPR. Artinya, pemerintahan tetap akan berjalan meski Koalisi Merah Putih menjadi mayoritas di parlemen.
Menurut JK, cara ini pernah dilakukan ketika dia menjadi wapres pada periode pemerintahan SBY jilid pertama. Meski PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan, JK tetap melibatkan anggota legislatif dari parpol tersebut dalam pembahasan kebijakan.
JK menuturkan, langkah itu efektif karena PDI Perjuangan tidak selalu mengkritik kebijakan pemerintah. Sejumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan pada masa pemerintahan SBY-JK pun tidak terhambat di parlemen.
Berbeda dengan JK, PDI Perjuangan tetap berharap ada dukungan tambahan. Ketua DPP PDI Perjuangan Manuarar Sirait yakin peta politik bakal berubah menjelang pelantikan Jokowi-JK pada Oktober mendatang. "Oktober nanti ada partai yang kerja sama dengan Jokowi-JK dari Koalisi Merah Putih," kata dia.
Sejauh ini, PDI Perjuangan masih menghormati apa yang menjadi ketetapan koalisi permanen Merah Putih. Namun, kesamaan platform parpol dan tujuan untuk membangun bangsa akan menjawab sikap politik tersebut. "Sesuai visi-misi dan platform, tentu setiap partai punya harapan dan kepentingan (di pemerintahan)," ujar dia.
Penyeimbang
Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menegaskan, sikap Demokrat tidak berubah pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Menurut dia, Demokrat akan tetap berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintahan.
Nurhayati mengatakan, Partai Demokrat saat ini masih berfokus mengawal pemerintahan SBY yang masih berlanjut sampai 20 Oktober 2014. "Yang jelas, Partai Demokrat tidak harus ada di kekuasaan karena kami sudah berkuasa selama 10 tahun," kata dia.
Demokrat akan bersama partai-partai lain yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih untuk mengawasi kebijakan pemerintah. Dia juga menegaskan, tidak ada wacana Partai Demokrat berada di dalam pemerintahan.
"Kalau kubu lain menyuarakan, itu mereka usaha. Demokrat ini adalah partai berdaulat dan independen. Kami punya harga diri. Bersama yang lain kami akan menjadi penyeimbang," kata Nurhayati.
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Kuntum Khairu Basa juga mengatakan berjuang untuk rakyat tidak harus berada di dalam pemerintahan. "Di luar pemerintahan pun sangat mungkin bagi kita untuk berjuang," kata dia.
PAN akan tetap menghimpun aspirasi masyarakat dan menyuarakannya di masyarakat. PAN akan mendorong Jokowi-JK melaksanakan program-program prorakyat, seperti peningkatan upah minimum dan jaminan sosial. "Sangat banyak cara dan strategi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat," kata dia.
Karena itu, menurut Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Wibowo, PAN akan tetap berada dalam barisan Koalisi Merah Putih. Kendati demikian, dia tidak ingin mengkritik langkah Jokowi-JK yang berupaya merangkul PAN. "Sah-sah saja kalau kubu Jokowi ingin merangkul PAN," kata dia.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan, PAN akan sulit bergabung dengan Jokowi-JK. Sebab, sejak awal, beberapa elite PAN memang tidak mendukung Jokowi. "Sehingga agak sulit untuk mengubah arah politik partai," kata dia.
Selain itu, Firman mengatakan, keberadaan Hatta sebagai cawapres Prabowo pada pilpres juga menjadi beban bagi PAN. "PAN ini memang tidak sesolid Gerindra dan PKS, namun memutuskan untuk berkoalisi memang butuh waktu dan peran elite partai," kata dia.
Sebaliknya, PPP, kata Firman, memiliki peluang cukup besar dan tidak memiliki beban moral kalau ingin bergabung dengan Jokowi-JK. Kelompok dan pengurus PPP yang berbeda pendapat dengan ketua umum Suryadharma Ali (SDA) akan menyuarakan untuk mengbah arah politik.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Dwipayana, juga berpendapat PPP berpeluang memindahkan dukungan, begitu pula dengan Golkar. "Dinamika partai cukup kuat," kata dia. Ari pun menambahkan, Koalisi Merah Putih tidak sepenuhnya solid. rep:c83/c87/erdy nasrul ed: ratna puspita
***
Oposisi Setengah Hati
Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla menyatakan oposisi di parlemen tidak perlu terjadi meski tidak semua partai politik tergabung dalam pemerintahan. Secara harfiah, oposisi menunjukkan partai politik memilih berada di luar pemerintahan, bahkan mampu menjatuhkan rezim yang berkuasa. Namun, selama ini oposisi di Indonesia hanya sebagai partai penentang di parlemen. Partai yang tidak tergabung di pemerintahan menentang dan mengkritik pendapat atau kebijakan politik pemerintah.
Periode 2004-2009
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan merupakan partai oposisi pertama di parlemen sejak kekalahan Megawati Soekarnoputri pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004.
- PDI Perjuangan merangkul Golkar, PDS, dan PPP dalam Koalisi Kebangsaan.
- Seiring perubahan peta politik, koalisi hanya menyisakan PDI Perjuangan dan PDS.
- Golkar dan PPP berubah haluan menjadi partai pendukung Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.
- Koalisi kebangsaan berupaya memengaruhi kebijakan pemerintah SBY dengan menolak kenaikan harga BBM.
Periode 2009-2014
- PDI Perjuangan bersama Partai Gerindra menjadi oposisi di parlemen menyusul kekalahan pasangan Megawati-Prabowo Subianto dari duet SBY-Boediono pada Pilpres 2009.
- Partai Demokrat, Partai Golkar, PKB, PKS, PAN, dan PPP membentuk Sekterariat Gabungan Partai Koalisi Pemerintah Boediono.
- PDI Perjuangan dan Gerindra kerap mengkritik kebijakan pemerintah SBY, termasuk mendorong pembentukan hak angket Century dan menolak kenaikan harga BBM.
- PKS juga kerap mengkritik kebijakan pemerintah, termasuk kenaikan harga BBM.
Periode 2014-2019
- PDI Perjuangan berkoalisi dengan PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura di parlemen.
- Partai Gerindra berkoalisi dengan Partai Golkar, PKS, PAN, dan PPP dalam Koalisi Merah Putih.
- Partai Demokrat menyatakan akan menjadi kekuatan penyeimbang di parlemen.
- Ada kemungkinan anggota Koalisi Merah Putih bergabung dengan pemerintah.
Sumber: Pusat Data Republika
Diolah: Ratna Puspita