Selama hidupnya, Suhardi dikenal secara berseloroh oleh sejawatnya dengan julukan Profesor Telo. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, hal itu terkait dengan kegigihan yang bersangkutan mengampanyekan bahan pangan lokal.
Saat lulus S-3 pada 1987, Fadli me ngatakan, Suhardi mendekla rasikan Sumpah Gandum. Melalui sumpah itu, Suhardi berikrar untuk tidak me makan gandum dan produk turunannya. "Hingga masyarakat sejahtera, tak bergantung pada gandum," ujar Fadli.
Fadli menuturkan, saat menjabat sebagai dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan pada 2001, Suhardi mengarahkan jajarannya untuk membudayakan memakan makanan lokal seperti ketela dan umbi-umbian lainnya.
Ia menuturkan, Suhardi menolak mematenkan karya ilmiahnya karena saat sekolah dibiayai uang negara yang berasal dari pajak rakyat.
Sekjen PPP M Romahurmuziy mengingat keuletan dan kebersahajaan Suhardi dalam kampanye mendukung capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014 lalu. Sekitar awal Rramadhan, Romahurmuziy ikut mendampingi cawapres dari Koalisi Merah Putih Hatta Rajasa berkampanye ke NTB dan NTT.
Saat hendak bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma, ia melihat Suhardi tiba dengan membonceng ojek dan berseragam putih tim pemenangan Prabowo-Hatta yang terbilang lusuh. Usut punya usut, Suhardi belum lama tiba di Terminal Kampung Rambutan sebelum bertolak ke Halim.
"Melihat pakaian putih beliau yang lusuh, saya tanyakan, `Pak Hardi kok seperti kehujanan?'," kata Romahurmuziy. Atas pertanyaan itu, Suhardi menjawab ia memang baru saja berpeluh-peluh mencegat bus menuju Jakarta selepas kampanye di Tegal karena kehabisan tiket kereta.
Kala itu, kereta api tujuan Jakarta penuh karena banyaknya orang yang kembali dari ziarah makam. Suhardi pun harus datang ke Jakarta menggunakan bus malam ke Purwokerto, berlanjut ke Cirebon, kemudian ke Jakarta. rep:Irfan Fitrat ed:fitriyan zamzami