Rabu 10 Sep 2014 14:00 WIB

Mayoritas Publik Tolak Pilkada di DPRD

Red:

JAKARTA -- Hasil jajak pendapat yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan mayoritas publik menolak pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sebanyak 81,25 persen responden menginginkan pilkada tetap dilaksanakan secara langsung, hanya 10,71 persen yang menyetujui pilkada lewat DPRD.

"Sebanyak 4,91 persen menyatakan kepala daerah ditentukan presiden. Sisanya 3,13 persen menjawab tidak tahu," kata Peneliti LSI Adjie Alfaraby saat memaparkan hasil survei, di Jakarta, Selasa (9/9).

Jajak pendapat tersebut diselenggarakan LSI untuk merespons pro dan kontra pemilihan langsung atau tidak langsung dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada di DPR. Survei dilakukan pada 5 hingga 7 September 2014 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Survei melibatkan 1.200 responden di 33 provinsi.

Menurut Adjie, penolakan pilkada lewat DPRD merata di semua segmen masyarakat. Namun, masyarakat yang tinggal di perkotaan, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah ke atas tingkat penolakannya lebih tinggi. "Tingginya penolakan dari masyarakat kelas menengah perkotaan ini karena mereka lebih sensitif terhadap isu demokratisasi. Mereka juga memiliki akses lebih kepada media massa yang bervariasi," ujarnya.

Alasan responden menolak pilkada lewat DPRD, lanjut Adjie, karena kepala daerah terpilih merupakan orang yang mungkin tidak dikenal rakyat. Dan, bisa dipastikan kepala daerah tersebut tunduk kepada DPRD.  "Hubungan kepala daerah dan rakyat semakin jauh. Dan, kepala daerah hanya concern memikirkan bagaimana cara dia memuaskan anggota DPRD," ungkap Adjie.

Selain itu, responden juga menilai pemilihan melalui DPRD akan meningkatkan politik uang di DPRD. Di tengah kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap partai politik, pilkada lewat DPRD dikhawatirkan akan mengentalkan politik transaksional. "Pascaterpilih, publik khawatir kepala daerah juga menggunakan politik uang agar anggota DPRD puas atas kinerja mereka," ujarnya menjelaskan.

Responden, Adjie melanjutkan, menilai pilkada langsung lebih baik. Sebanyak 69,76 persen responden menyatakan puas atas pilkada langsung yang telah berjalan selama sembilan tahun ini. Hanya 20 persen yang menjawab tidak puas. Sisanya 10,24 persen mengatakan tidak tahu.

 

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Djito berpendapat pilkada tidak langsung hanya akan menyuburkan praktik korupsi. "Potensi sekongkol antara DPRD dan eksekutif dalam korupsi kekuasaan semakin besar," kata Arie.

Menurutnya, DPRD akan menjadi kekuatan yang bisa mendikte eksekutif, sementara kontrol rakyat berkurang. Selain itu, kata dia, dari sinilah praktik-praktik kotor korupsi bisa menjadi subur seperti yang terjadi sebelum pilkada digelar langsung.

Arie menegaskan pemaksaan pilkada oleh DPRD merupakan kemunduran dalam demokrasi sepanjang reformasi bergulir. Jika ingin mengevaluasi pilkada, ia meminta DPRD dan partai politik untuk mengoreksi diri mereka dulu.

Jadi, Arie menegaskan, bukan malah mereka membajak hak konstitusional rakyat. Pilkada tak langsung hanya membuat demokrasi makin tumbuh elitis.

DPR berencana mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU dalam rapat paripurna yang akan digelar pada 25 September mendatang. Salah satu poin kontroversi RUU Pilkada ini terkait dengan rencana mengembalikan pilkada melalui DPRD, tidak lagi pemilihan langsung oleh rakyat.

Partai-partai yang tadinya menolak usulan ini, kini malah mendukung. Mereka adalah partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo Subianto.

Tiga partai menolak RUU Pilkada versi demokrasi tak langsung ini. Ketiganya ialah PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). rep:elba damhuri/c80/c87/c57/c83 ed: muhammad fakhruddin

***

Survei Mekanisme Pilkada

81,25 persen setuju pilkada langsung

10,71 persen setuju pilkada di DPRD

4,91 persen kepala daerah ditunjuk presiden

3.13 persen menjawab tidak tahu

Survei dilakukan pada 5 hingga 7 September 2014 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Survei melibatkan 1.200 responden di 33 provinsi.

Sumber: Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement