JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda) yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurut SBY, RUU tersebut harus mengatur pengawasan dari pusat terhadap kepala daerah yang lebih ketat.
Presiden mengatakan, selama 10 tahun memerintah telah melakukan pengamatan terhadap daerah-daerah di Tanah Air. "Banyak daerah yang maju sesuai potensinya. Tetapi, lebih banyak daerah yang kemajuannya masih di bawah potensi sekaligus peluang. Ini terkait tatanan, sistem, dan manajemen pemda," kata SBY kala membuka rapat kabinet terbatas, Rabu (17/9).
Secara khusus, Presiden menunjuk keberadaan kepala daerah yang memiliki kinerja buruk dan disiplin rendah sebagai salah satu penyebab belum majunya suatu daerah. Tapi, ia tidak memiliki wewenang untuk mengambil tindakan tegas berupa pemberhentian terhadap mereka.
"Saya bisa memberhentikan sementara kalau kepala daerah menjadi terdakwa," ujar SBY. Ia menambahkan, pemberhentian permanen baru bisa dilakukan bila kepala daerah yang terseret kasus hukum divonis bersalah.
Menurt SBY, ia beberapa kali memberikan penghargaan kepada sejumlah kepala daerah yang berprestasi Namun, ujar dia, Presiden tidak memberikan kewenangan yang jelas bila kepala daerah itu ternyata memiliki kinerja yang dinilai publik sebagai pemimpin buruk.
Ia menilai hal itu sebagai hambatan dalam tata laksana pemerintahan yang baik. Sebab itu, Presiden menginginkan hambatan-hambatan tersebut dihilangkan untuk kepentingan pemerintah yang akan datang. "Presiden di masa mendatang akan mengalami persoalan yang sama. Jadi, ada kewajiban moral (bagi pemerintahan SBY) untuk menghadirkan UU Pemda yang lebih tepat dan lebih efektif," kata SBY.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan RUU Pemda yang telah memasuki tahap akhir di DPR akan menutupi sejumlah kekurangan yang terdapat dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Termasuk di dalamnya, beragam sanksi bagi kepala daerah yang mbalelo terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gamawan menjelaskan, kepala daerah yang tidak taat terhadap UU akan dikenakan tiga lapis sanksi. Di antaranya, sanksi administrasi, orientasi pemerintah, dan pemecatan. Gamawan kemudian mencontohkan kasus yang kemungkinan terjadi di daerah terkait alokasi anggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah.
Dalam sejumlah kejadian, kepala daerah tidak mengajukan anggaran itu karena sejumlah alasan pribadi. "Padahal, dia harus diganti. Karena ada kepentingan di dalamnya yang diusung tidak masuk (ikut pilkada lagi). Itu kan tidak boleh. Itu kan pribadi, melanggar UU. Nah, itu harus diberi sanksi," kata Gamawan. Mantan Gubernur Sumatra Barat ini menambahkan, kriteria lebih detil ihwal ketiga jenis sanksi tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Lebih lanjut, Gamawan meyakini, pascadisahkan nanti akan memudahkan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo, khususnya dalam konteks tata kelola pemerintahan. "Bisa solid, satu garis dari pusat ke daerah. Dan, itu harus dimaknai bahwa provinsi adalah bagian dari negara kesatuan Indonesia. Kabupaten (dan kota) juga seperti itu. Ini kita betul-betul berharap penyelenggara pemerintah ke depan yang dipimpin Pak Jokowi itu akan lebih enak." rep:muhammad iqbal ed: fitriyan zamzami