JAKARTA -- Hakim Konstitusi (MK) Patrialis Akbar mengkritik Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK yang melaporkannya ke Dewan Etik MK. Ia menilai, anggota koalisi mendapatkan informasi yang tidak lengkap soal pernyataannya tentang RUU Pilkada.
"Sebetulnya, adik-adik itu tidak mendapatkan informasi yang lengkap. Mereka hanya mendengar sepenggal-sepenggal," kata Patrialis saat dihubungi Republika, Rabu (24/9).
Menurutnya, informasi yang menyebutkan ia mendukung pilkada oleh DPRD tidak akurat. Patrialis menceritakan, ia pada waktu itu memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Muhammadiyah (UMJ) Jakarta.
Saat berceramah itu, ia mengutip hasil skripsi salah seorang mahasiswi UMJ yang bernama Ana Fitriani yang dibuat pada 2013. Skripsi itu membahas tentang kelebihan dan kekurangan pilkada langsung dan tidak langsung.
"Nah dia menemukan beberapa kelemahan tentang pilkada langsung. Jadi, yang saya bilang adalah pendapat mahasiswi itu. Jadi, bukan pendapat saya," katanya.
Patrialis pun kemudian memberikan perspektifnya kepada mahasiswa soal pilkadal langsung dan tidak langsung itu. Namun, pendapatnya itu kemudian dikutip oleh wartawan yang meliput di tempat itu. "Padahal, saya waktu itu tak minta untuk diliput tapi pers yang menulis," katanya.
Selain itu, lanjut Patrialis, adalah hal yang biasa bagi seorang hakim MK mengajar di kampus. Karena, banyak hakim yang merupakan dosen di sejumlah universitas. "Ya kayak saya mengajar di beberapa universitas seperti UMJ yang merupakan almamater saya dan juga Universitas Jayabaya," kata Patrialis. Patrialis juga menegaskan kegiatan mengajar di universitas itu telah mendapat izin dari ketua MK.
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ke Dewan Etik MK. Patrialis diduga mengeluarkan pernyataan mendukung pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD.
"Kami melaporkan tindakan yang berpotensi dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar pada 15 September di Universitas Muhammadiyah Jakarta dalam sebuah diskusi," kata Koordinator Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, di Jakarta, Selasa (23/9).
Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri atas ILR, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut Erwin, pernyataan Patrialis itu dikhawatirkan sangat berpihak kepada mereka yang mendukung pilkada melalui DPRD.
"Pernyataan Patrialis yang mendukung pilkada lewat DPRD jelas, pada saat konteks ini, melanggar kode etik yang harusnya dia patuhi," kata Erwin.
Erwin mengatakan, ada dua prinsip yang diduga dilanggar Patrialis, yakni kepantasan dan kesopanan yang tercantum dalam poin 2 dan poin 4 dalam Prinsip Kepantasan, Kesopanan, dan Prinsip Integritas sebagaimana diatur oleh Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Dalam diskusi di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ciputat, Senin (15/9), Patrialis mengatakan, sesuai dengan Pancasila sila keempat, yaitu permusyawaratan perwakilan, maka demokrasi sifatnya oleh rakyat boleh melalui DPRD. antara ed: muhammad hafil