Senin 06 Oct 2014 15:00 WIB

DPR Minta KPK Fokus Kerja

Red:

JAKARTA — Wakil Ketua DPR dari Gerindra Fadli Zon mengatakan, DPR tak memiliki niat untuk memperlemah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Parpol Koalisi Merah Putih (KMP) di jajaran pimpinan dewan tak akan mempersulit ruang gerak lembaga antikorupsi tersebut.

"Tak pernah ada niat dari Gerindra maupun DPR untuk memperlemah KPK. Justru kami sejak awal berkomitmen memperkuat KPK sebagaimana tercantum dalam enam program aksi maupun manifesto partai," kata Fadli, Ahad (5/10).

Menurut dia, saat ini banyak pemberitaan spekulatif dari KPK terhadap DPR maupun partai KMP. Lembaga hukum tersebut tak seharusnya bersikap sebagai pengamat dalam memberikan berkomentar politik. Mereka itu adalah panglima penegakan hukum.

Dia menambahkan, KPK jangan tersandera kepentingan politik dengan berspekulan seperti pengamat di hadapan media. Ia menyerahkan pengawasan DPR kepada KPK sebagaimana tugas dan fungsinya. Dengan begitu, rakyat bisa menilai kinerjanya.

Secara tegas, ia menyindir pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang menyebut Setyo Novanto yang baru dilantik menjadi ketua DPR berpotensi memiliki masalah hukum. Menurut Fadli Zon, Samad tidak perlu berbicara seperti pengamat. Karena itu, ia meminta pernyataan Samad tidak dibesar-besarkan. "Bekerja sesuai dengan fungsinya, jangan berkomentar seperti pengamat politik," kata Fadli.

Menurut Fadli, isu tersangkutnya Setyo terjerat kasus korupsi belum dapat dipastikan kebenarannya. Politikus Partai Gedrindra ini menyebut sebagai ketua lembaga negara, Samad tidak bisa berpendapat, tapi harus membuktikan kebenaran.

Sebab, menurut Fadli, pendapat Samad akan merugikan banyak pihak, lembaganya, serta lembaga lain seperti DPR jika tidak terbukti. Ia meminta KPK fokus memberantas korupsi, bukan pengamat politik.

Sebelumnya, Abraham Samad mengatakan, semestinya seluruh legislator mempertimbangkan nama-nama panutan publik yang tidak punya pertikaian dengan kinerja pemberantasan korupsi.

"KPK kecewa dengan terpilihnya ketua DPR baru ini," kata Samad lewat pesan singkatnya, Kamis (2/10).

Bendahara umum Golkar ini dicatat KPK sebagai saksi dalam penyidikan empat perkara korupsi berbeda. KPK bahkan pernah mengobrak-abrik ruang kerjanya lantaran dicurigai ambil bagian dalam kasus-kasus tersebut.

"Sebenarnya, KPK sangat menginginkan pemimpin DPR yang terpilih itu orang yang bersih dan tidak punya keterkaitan dengan kasus-kasus hukum," sambung Samad.

Politikus Partai Golkar Setya Novanto terpilih menjadi ketua DPR. Pemilihan itu berlangsung lewat sidang paripurna pada hari perdana kerja anggota legislator baru periode 2014-2019, Rabu (1/10) malam atau Kamis (2/10) dini hari.

Dalam sidang paripurna itu, sejumlah partai, antara lain, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP satu suara. Partai Koalisi Merah Putih (KMP) ini satu suara. Selain memilih Setya, gabungan partai ini juga memilih wakil ketua DPR. Masing-masing, antara lain, politikus dari Partai Gerindra, Fadli Zon, politikus dari Partai Demokrat, Agus Hermanto, politikus dari PAN, Taufik Kurniawan, serta politikus PKS Fahri Hamzah.

Menurut Samad, dengan terpilihnya pimpinan baru, sudah tergambar bakal bagaimana pertikaian DPR dengan lembaga pimpinannya lima tahun ke depan.

Senada dengan Abraham, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan dipilihnya Setya Novanto sebagai DPR merupakan ancaman bagi KPK.

"Kami khawatir ini sebagai upaya pelemahan, adanya gerakan politik parlemen terhadap kewenangan KPK. Ada nuansa politik kepentingan. Jangan-jangan pimpinan DPR akan merasa terancam dengan keberadaan KPK," ujar Koordinator ICW Abdulah Dahlan, Kamis (2/10).

Dalam catatan ICW, ketua DPR terpilih untuk periode 2014-2019 tersebut setidaknya pernah terkait dalam empat kasus korupsi. Salah satunya, yaitu Setya diduga pernah menjadi tersangka korupsi dalam skandal cessie Bank Bali senilai Rp 546 miliar.

Abdulah mengatakan, bukan tidak mungkin pemilihan Setya sebagai ketua DPR adalah bagian yang telah direncanakan sejak Koalisi Merah Putih memutuskan untuk mengesahkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), serta Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Abdulah kemudian menjelaskan, serangkaian upaya pelemahan KPK tersebut sudah tercium sejak dibuatnya UU MD3. Dalam Pasal 224, kata Abdulah, undang-undang tersebut membahas tentang hak imunitas anggota dewan. Ia mengatakan, di dalam pasal tersebut, penegak hukum baru bisa memeriksa anggota dewan yang diduga terkait kasus pidana jika telah mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan DPR.

Kritik Abraham

Pernyataan Abraham soal Setya tersebut juga dikritik oleh pakar pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Mudzakir. Ia mengatakan, pernyataan tersebut tak pantas dilontarkan oleh penegak hukum.

Mudzakir mengatakan, etika penegak hukum akan bicara dengan bukti. Berbeda dengan politikus yang menyimpulkan atas dasar asumsi. "Secara etika hukum, pernyataan Pak Samad itu tidak mencerminkan penegak hukum,"kata Mudzakir saat di hubungi Republika, Ahad (5/10).

Perang Dingin KPK-DPR

**Kasus Korupsi

*Jumlah Penanganan Kasus oleh KPK

2008: 7

2009: 10

2010: 7

2011: 2

2012: 6

2013: 2

2014: 2

Jumlah: 36 kasus

*Anggota yang terjerat:

PDIP: 16 orang

Partai Golkar: 19 orang

Partai Demokrat:  5 orang

PAN: 3 orang

PPP: 3 orang

PKB: 1 orang

PKS: 1 orang

PBR: 1 orang

Jumlah: 49 orang

*KPK memberi predikat DPR sebagai lembaga yang paling korup di Indonesia. Berdasarkan Indeks Korupsi Birokrasi oleh KPK sejak 2009-2013, DPR meraih predikat lembaga terkorup setiap tahunnya.

** Polemik KPK-DPR

*Revisi UU KPK

- Sejak 2011-2014, DPR ingin merevisi UU KPK.

- KPK menolak karena bisa melemahkan KPK. Di antaranya, membatasi kewenangan KPK dalam penyadapan.

*Revisi KUHP-KUHAP

Februari 2014

- KPK meminta DPR menarik kembali Revisi KUHP dan KUHAP karena dianggap melemahkan KPK. Di antaranya, untuk melakukan penyitaan, KPK harus meminta izin pengadilan.

- DPR menolak permintaan KPK dan tetap melanjutkan pembahasan.

*Gedung KPK

Sejak 2008, KPK mengajukan anggaran untuk pembanguunan gedung baru, namun selalu ditolak DPR. Anggaran itu baru disetujui pada Oktober 2012.

*UU MD3

- 10 Juli 2014

Ketua KPK Abraham Samad menyebut UU MD3 melemahkan. Sebab, UU tersebut mengharuskan KPK mendapat izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR. 

- 12 Juli 2014

Pansus RUU MD3 menyebut Abraham salah. Karena, hanya dalam tindak pidana umum yang harus mendapat izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan, bukan presiden.

*UU Pilkada

September 2014

- DPR mengesahkan RUU Pilkada, salah satu poinnya, yakni pilkada dikembalikan ke DPRD. Alasannya, pilkada langsung menyebabkan korupsi.

- Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai, pilkada melalui DPRD akan menciptakan korupsi yang lebih tersistem.

-"KPK kecewa dengan terpilihnya ketua DPR baru ini. Pemimpin DPR itu seharusnya orang yang bersih dan tidak punya keterkaitan dengan kasus-kasus hukum." (Abraham Samad, Ketua KPK)

-"Segala isu kita jadikan sebagai masukan, menjadi kekuatan kita." (Setya Novanto, Ketua DPR)

Sumber: Pusat Data Republika / acch.kpk.go.id

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement