Kamis 07 Jan 2016 13:00 WIB

JK: Bisnis Rokok Sudah Lampu Merah

Red:

JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutkan, rokok memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemiskinan. Hal ini menjadi berbahaya sehingga harus diatasi.

"Coba perusahaan apa yang sekarang terbesar di Indonesia? Hampir semua perusahaan rokok. Sampoerna sekarang begitu hebatnya. Bisnis rokok ini bukan turun, melainkan naik. Jadi, memang itu lampu merah sebenarnya yang kita harus atasi," jelas JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (6/1).

Lebih lanjut, JK mengatakan, konsumsi rokok masyarakat miskin justru menjadi tambahan dan beban pengeluaran tidak diperlukan. Terlebih, jika pendapatan masyarakat tidak meningkat dan harga rokok per bungkusnya terus naik. Hal ini dinilainya memengaruhi angka kemiskinan masyarakat Indonesia.

JK menjelaskan, kemiskinan itu ditandai dengan pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan. Rokok dinilainya semakin memperbesar pengeluaran.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, 70 persen dari 19 juta penerima bantuan langsung tunai di pemerintahan sebelumnya menggunakan dana yang diterimanya untuk konsumsi rokok. Ketika itu, merujuk survei BPS tahun 2008, lebih dari setengah uang BLT habis dibelikan untuk rokok hingga Rp 52 ribu.

JK menilai, hal ini merupakan suatu kebiasaan masyarakat. Untuk mengatasi peredaran rokok di masyarakat yang semakin mudah didapatkan, pemerintah telah mengambil kebijakan menaikkan bea cukai rokok.

Menurut dia, pembatasan peredaran rokok di berbagai negara manapun juga dilakukan melalui kampanye antirokok serta dengan menaikkan harga rokok. "Banyak negara membatasi rokok itu lewat kampanye dan harga," kata JK.

Berdasarkan data BPS, rokok keretek filter memberikan sumbangan besar nomor dua terhadap garis kemiskinan. Konsumsi rokok keretek filter di perkotaan cenderung lebih tinggi dari konsumsi di perdesaan sekitar 11,18 persen.

Sedangkan, di masyarakat perdesaan konsumsi rokok keretek filter sebesar 9,39 persen. "Rokok dikonsumsi, tapi tidak menghasilkan kalori. Salah satu indikator dalam mengukur kemiskinan adalah melalui tingkat kalori," ujar Kepala BPS Suryamin di Jakarta.

Apabila pengeluaran konsumsi rokok masyarakat dialihkan ke konsumsi beras, mereka dapat keluar dari garis kemiskinan. Hal ini karena beras mengandung kalori yang dapat dibakar menjadi energi.

Ketimpangan ekonomi

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk terus memperbaiki ketimpangan perekonomian. Hal ini merupakan salah satu tantangan yang perlu diatasi dalam era globalisasi.

"Salah satu negara yang paling timpang adalah negeri kita. Saya berjanji untuk memperbaiki kondisi ini secara bersama-sama," kata Jusuf Kalla.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Zulkifli Hasan mengingatkan fenomena ketimpangan perekonomian. Bila ekonomi ketimpangan ini terus tumbuh dan tidak segera diatasi, akan mengakibatkan melonjaknya angka kriminalitas.

"Permasalahan (ketimpangan perekonomian) berefek domino kepada berbagai kejahatan yang terjadi, seperti kriminalitas, radikalisme, dan kerusuhan sosial," kata Zulkifli Hasan.

Berdasarkan perbincangannya dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Rajak beberapa waktu lalu, negara jiran tersebut telah lama menerapkan rekayasa sosial. Strategi ini diterapkan mengingat warga pribumi kalau tidak dibantu tidak akan bisa maju. Mereka akan tertinggal jauh dengan yang lain.

Ia mengungkapkan, berdasarkan penilaian Najib Razak, upaya pemerintah membantu pribumi bukanlah mengimplementasikan rasialisme atau diskriminasi. Hal yang paling utama adalah memunculkan kesetaraan dan keadilan. Zulkifli menyarankan Pemerintah Indonesia menerapkan rekayasa tersebut. n ed: erdy nasrul

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement