JAKARTA -- Polda Metro Jaya menyatakan tidak akan menghalangi proses deportasi yang dilakukan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan terhadap 20 tenaga pengajar Jakarta International School (JIS). Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Heru Pranoto mengatakan, proses deportasi itu tidak ada hubungannya dengan penyidikan kasus kekerasan seksual di JIS. “Kami tidak ada hubunganya dengan deportasi. Kalau tidak ada hubungannya dengan apa yang kita sidik, buat apa kami periksa guru-guru,” kata Heru, Rabu (4/6).
Menurut Heru, penyidik Polda Metro Jaya tidak akan mencari-cari atau menahan sesuatu atau seseorang yang memang tidak ada hubungannya dengan proses penyidikan. Karena itu, pihak Polda Metro Jaya juga tidak akan meminta upaya pencegahan terhadap pengajar JIS kepada pihak Imigrasi.
“Kalau ada hasil penyidikan mengarah ke orang-orang yang dicurigai kemungkinan guru, baru kami koordinasi dengan pihak Imigrasi. Tapi, sampai saat ini belum ada," tutur Heru.
Kepala Imigrasi Jakarta Selatan Maryoto Sumadi menyatakan, proses deportasi tetap akan dilaksanakan pada Jumat (6/6) lantaran hingga saat ini pihaknya tidak menerima permohonan pencekalan dari pihak kepolisian. “Karena tidak ada usulan pencekalan, maka secara hukum orang ini bisa dikeluarkan di wilayah Indonesia,” kata Maryoto kepada Republika, Rabu (4/6).
Maryoto menyatakan tetap akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait deportasi guru-guru JIS yang terbukti melakukan pelanggaran izin kerja di Indonesia itu. Maryoto meneragkan, mengapa pihaknya harus memulangkan secara paksa terhadap 20 tenaga edukasi itu, karena mereka tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan pihak Dinas Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Maryoto, merangkapkan jabatan untuk orang asing tidak diperbolehkan. Dengan demikian, jika ada orang asing yang tujuan bekerjanya di Indonesia untuk satu bidang, tapi mengerjakan bidang lain, itu melanggar. “Itu sudah diatur Depnaker dan Depdikbud,” kata Maryoto.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, Kemenkumham tidak perlu langsung mendeportasi guru-guru JIS. “Jika mereka terbukti secara hukum memalsukan atau memanipulasi dokumen izin tinggal, maka mereka harus diproses secara hukum, harus dipidanakan. Jangan sampai mereka kebal hukum dengan langsung dideportasi,” ujar Yani, Rabu, (4/6).
Pakar Hukum Pidana Adami Chazawi juga tidak setuju jika Kemenkumham tidak memproses hukum guru-guru JIS terlebih dahulu atas pelanggaran izin di Indonesia. Seharusnya, ujar Adami, tenaga pengajar JIS itu dilaporkan ke kepolisian dahulu. Lalu, kasusnya dibawa ke pengadilan untuk diputuskan. “Terlalu enak kalau para guru JIS itu langsung dideportasi ke negaranya masing-masing.”
Pengacara korban pelecehan seksual di JIS, OC Kaligis, mengaku kecewa atas deportasi guru-guru JIS. Kaligis menyatakan memiliki informasi bahwa ada guru yang juga menderita penyakit herpes sama seperti korban dan pelaku kejahatan seksual yang telah menjadi tersangka. “Kalau guru-guru itu langsung dideportasi ke negaranya masing-masing, sama saja mereka menghilangkan bukti adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru JIS,” kata Kaligis.
rep:c70/c30/dyah ratna metha novia/c75 ed: andri saubani