JAKARTA -- Calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) kembali menguji visi-misi mereka lewat agenda debat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Ahad (15/6) malam. Dengan kondisi head to head antarcapres, debat diyakini dapat mepengaruhi elektabilitas tiap capres. Demikian diungkapkan pengamat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby.
Menurut Adjie, debat capres yang disiarkan televisi mampu mengurangi angka massa mengambang atau swing voter. Berdasarkan survei terbaru LSI, jumlah massa mengambang saat ini berada pada angka 16,3 persen. Angka ini jauh berkurang jika dibandingkan hasil survei pada awal Mei. "Saat itu, jumlah swing voter masih sekitar 41 persen," kata Adjie, Ahad (15/6).
Adjie mengungkapkan, massa mengambang masih bersikap wait and see hingga mendekati hari pemilihan. Mereka, kata Adjie, ingin mengetahui performa dan program capres lebih jauh lagi, khususnya lewat debat.
Berdasakan analisis LSI, massa mengambang di Indonesia terbagi atas dua kelompok. Yang pertama adalah mereka yang berada di perdesaan di mana mereka menilai penampilan tiap capres saat beradu argumen saat debat. Capres yang tampil meyakinkan dan terlihat jujur akan menarik simpati massa mengambang di perdesaan.
Sementara itu, massa mengambang di perkotaan cenderung memperhatikan program-program capres. Capres dengan visi misi yang konkret mampu mendulang suara di perkotaan. "Swing voter di perkotaan akan memilih capres dengan program yang realistis. Hal ini dikarenakan masyarakat perkotaan didominasi kaum terdidik," papar Adjie.
Meski dapat memengaruhi persepsi massa mengambang, debat capres tidak akan berpengaruh banyak terhadap pemilih jika tidak disokong opini dari tim sukses masing-masing pasangan. Pembentukan opini pascadebat justru merupakan fase yang paling menentukan dalam merebut suara pemilih. "Peran tim sukses dalam membentuk opini pascadebat sangat menentukan dalam memengaruhi pemilih," kata CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali.
Hasanuddin mengatakan, jika tim sukses mampu membangun opini secara baik maka mereka akan bisa mengapitalisasi suara secara maksimal. Alasannya, debat tidak akan bisa berdiri sendiri dalam menggaet massa mengambang tanpa ditunjang pembentukan opini yang masif dari tim sukses.
Adapun ihwal materi yang disampaikan dalam debat, kata Hasanuddin, relatif tidak besar pengaruhnya terhadap pemilih yang ada di desa. Masyarakat desa tidak murni melihat materi atau konten debat, tapi justru akan lebih memperhatikan gestur, kewibawaan, dan penampilan masing-masing calon. "Itulah mengapa Jokowi-JK menggunakan jas di debat pertama."
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Alvara Research Center pada 18-28 Mei 2014, jumlah massa mengambang masih sangat tinggi. Sebanyak 32,3 persen masyarakat masih belum menentukan pilihan capres-cawapresnya.
Peneliti senior pusat data bersatu (PDB) Agus Herta menyatakan, debat sangat efektif untuk meraih simpati dari orang-orang yang selama ini belum memutuskan pilihannya. Berdasakan survei PDB, jumlah massa mengambang berada pada angka 17,2 persen. "Swing voter ini yang melihat visi-misi, menyaksikan debat capres sebelum memutuskan pilihannya," katanya.
Pada Ahad (15/6) malam, KPU menggelar debat khusus antara capres. Prabowo dan Jokowi ditantang untuk memaparkan visi misi mereka untuk lima tahun ke depan untuk tema pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Debat akan dimoderatori pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Ahmad Erani Yustika. rep:c88/c30/erdy nasrul ed: andri saubani