JAKARTA -- Menanggapi hasil pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) di Bali pada Rabu (27/8), politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung mengatakan, kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) seyogianya menjadi tanggung jawab pemerintahan SBY. "Seyogianya pemerintah sekarang yang bertanggung jawab," kata Pramono, Kamis (28/8).
Pramono menilai, masalah subsidi dan kenaikan harga BBM terkait dengan APBN yang disusun oleh pemerintahan SBY. Namun, apabila Presiden SBY tidak mau menaikkan harga BBM hingga serah terima jabatan presiden pada 22 Oktober mendatang, Pramono mengatakan, pemerintahan Jokowi berhak mengajukan perubahan APBN. "Nah kita lihat apakah dalam APBNP itu ada rencana kenaikan atau tidak," kata Pramono.
Meski menilai kenaikan harga BBM seyogianya menjadi tanggung jawab SBY, Pramono melihat pertemuan SBY dan Jokowi di Bali adalah hal yang positif. Ini, kata Pramono, merupakan tradisi baru yang memungkinkan presiden yang sedang menjabat melakukan komunikasi dengan penggantinya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menilai, pengurangan subsidi BBM perlu dilakukan pemerintah. Kendati demikian, ia memperkirakan kebijakan tersebut baru tepat dilakukan pada awal 2015. "Menurut perhitungan saya, pada waktu tersebut inflation rates masih rendah, sehingga (pengurangan subsidi BBM) itu mungkin untuk dilakukan. Jadi, ini soal timing saja," ujarnya, Kamis (28/8).
Hidayat menduga persoalan ini tentunya juga menjadi salah satu topik pembicaraan dalam pertemuan antara SBY dan Jokowi di Bali. Apalagi, kata dia, salah satu tujuan diadakannya pertemuan itu adalah guna menyelaraskan progam kerja Jokowi-JK dengan RAPBN 2015 yang dirancang SBY-Boediono.
Menurutnya, dalam setiap kali pembahasan APBN, yang selalu menjadi titik sentralnya adalah beban subsidi, yang kini jumlahnya mencapai Rp 400 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besarnya dialokasikan untuk subsidi BBM. "Mudah-mudahan kedua pemimpin ini (SBY dan Jokowi) mempunyai pandangan yang sama bahwa kenaikan harga BBM memang diperlukan. Kapan mau dilakukan, lalu seperti apa skema dan teknisnya, itu tentu kembali pada kesepakatan mereka," tutur Menperin.
Hidayat menyarankan, pengurangan subsidi BBM nantinya sebaiknya tidak langsung dilakukan seluruhnya, melainkan secara bertahap. "Kalau dikurangi langsung seluruhnya, itu terlalu berat bagi masyarakat," tambahnya.
Pemerintahan Presiden SBY mengalokasikan subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LVG sebesar Rp 291,1 triliun dalam RAPBN 2015. Besaran tersebut mengalami kenaikan Rp 44,6 triliun dibandingkan APBN Perubahan 2014 yang jumlahnya Rp 246,49 triliun.
Semakin membengkaknya alokasi subsidi BBM ini dikhawatirkan dapat memperburuk kondisi perekonomian Indonesia tahun depan. "Jika kebijakan subsidi BBM tetap dipertahankan seperti ini, maka saya pesimistis APBN akan mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi kita di masa datang," ujar pakar ekonomi dari LIPI, Latif Adam, beberapa waktu lalu. rep:ahmad islamy jamil/c92 ed: andri saubani