Senin 08 Sep 2014 12:00 WIB

Padi Terancam Gagal Panen

Red:

INDRAMAYU — Minimnya debit air di beberapa sungai yang melintas di Kabupaten Indramayu membuat tanaman padi terancam mengalami gagal panen (puso). Untuk menghindari hal ini, sebagian petani memilih panen dini. Jika tidak memanen padinya lebih awal, konsekuensinya petani yang harus merogoh kocek lebih dalam untuk menyedot air dengan alat mesin pompa.

 

Panen dini dilakukan sejumlah petani di Desa Kalianyar, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Tanaman padi yang baru berumur 90 hari terpaksa sudah dipanen karena petani merasa tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan air. "Biasanya tanaman padi dipanen pada umur 110 hari," ujar Kardisa, seorang petani setempat, Ahad (7/9).

 

Kardisa mengatakan, panen dini terpaksa dilakukan karena tanaman padi sudah terancam mati. Tanah sawah yang seharusnya mendapatkan air dengan cukup, sudah mengeras, dan retak-retak karena kurang mendapat pasokan air dalam sebulan terakhir.

 

Kardisa mengakui, panen dini membuat produksi padi menjadi menurun. Dalam kondisi normal, panen bisa menghasilkan gabah sekitar tujuh ton per hektare. Namun, saat ini gabah yang dihasilkan hanya sekitar tiga ton per hektare. 

Berdasarkan pantauan Republika, panen dini juga dilakukan para petani di sejumlah kecamatan lain di Kabupaten Indramayu. Di antaranya, Kecamatan Balongan, Juntinyuat, dan Karangampel. Sejumlah petani di beberapa kecamatan itu terpaksa memanen tanaman padinya meski belum saatnya panen.

Akibatnya, bulir tanaman padi masih banyak yang kosong. Selain itu, tak sedikit pula tanaman padi yang masih berwarna hijau. Para petani pun terpaksa harus memilah tanaman padi yang benar-benar bisa dipanen. "Kalau menunggu sampai waktu panen, tanaman padi saya ini bisa mati kekeringan," ujar seorang petani asal Kecamatan Juntinyuat, Rasnadi.

 

Wakil Ketua Kontak Tani nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, membenarkan adanya panen dini yang dilakukan sejumlah petani di empat kecamatan tersebut. Dia memperkirakan, lahan yang mengalami panen dini itu sekitar ratusan hektare. Sutatang mengharapkan, Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang segera terealisasi sebagai solusi masalah pengairan di Kabupaten Indramayu.

Tak hanya di Kabupaten Indramayu, kondisi serupa juga dialami para petani di Desa Gua Kidul, Kecamatan Kaliwedi. Irigasi yang dekat dengan areal tanaman padi tersebut saat ini sudah kering dan retak-retak. Akibatnya, sawah milik petani yang sebentar lagi akan panen rawan mengalami kekeringan. "Daerah kami saat ini sudah dilanda kekeringan," kata Ketua Gapoktan Madun Jaya, Desa Gua Kidul, Kecamatan Kaliwedi, Hasanudin.

 

Untuk menyelamatkan tanaman padi yang sudah berusia 60 hingga 70 hari, lanjut Hasanudin, para petani terpaksa menyedot air dari saluran induk Sungai Kumpul Kwista. Padahal, jarak sungai dengan aral sawah petani mencapai sekitar dua kilometer. Air dari sungai itu disalurkan dari pompa menggunakan selang plastik. "Petani harus mengeluarkan modal lebih besar karena dibutuhkan solar untuk menghidupkan mesin pompa air," kata Hasanudin.

 

Hasanudin menyebutkan, solar yang dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah warga sebanyak 30 liter per hari. Menurutnya, harga solar di daerahnya mencapai Rp 8.000 per liter. Karena itu, dalam waktu sehari, petani harus mengeluarkan uang Rp 240 ribu untuk membeli solar. "Penyedotan air harus sering dilakukan sampai tanaman padi siap panen,'' tutur Hasanudin.

Direktur Pengelola Air Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur Harry M Sungguh menegaskan, masalah kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Jawa Barat berada di luar target pengairan yang sudah dicanangkan. Harry menyebut, saat ini seharusnya para petani tidak memaksakan diri untuk terus menanam padi karena tidak sesuai dengan aturan tanam berdasarkan keputusan gubernur Jawa Barat.

Harry menjelaskan, terdapat lima golongan tanam yang mendapatkan suplai air dari Waduk Jatiluhur. Merujuk pada awal musim kemarau pada 1 Mei, menurut Harry, seharusnya petani sudah beralih untuk menanam palawija. "Sayangnya, petani ini ingin menanam (padi) terus, harusnya kan tidak boleh," kata Harry, Ahad (7/9).

Akibat memaksakan diri untuk terus menanam, beberapa petani menyedot air untuk terus mengairi persawahan mereka. PJT II Jatiluhur memastikan irigasi aman asalkan mengikuti aturan golongan tanam tersebut. "Saat ini, permukaan air berada di ketinggian 101,74 meter. Masih aman untuk musim kemarau ini," kata Harry.

Kementerian Pertanian (Kementan) tetap optimistis kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia tidak mengganggu produksi pangan. Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, kekeringan yang terjadi saat ini masih bersifat lokal. "Kita belum bisa kategorikan ini sebagai kekeringan nasional karena hanya terjadi di beberapa daerah," kata Rusman kepada Republika, Ahad (7/9). rep:c71/c88 ed: andri saubani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement