JAKARTA -- Bulog didampingi melakukan operasi pasar beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (6/1). Kegiatan tersebut guna memenuhi ketersediaan beras di pasar serta mengendalikan harga beras yang saat ini tinggi.
"Untuk operasi pasar, kita gelontorkan sebanyak 150 ribu ton beras medium untuk sebulan ke depan," kata Direktur Komersial Bulog Fazri Sentosa. Beras boleh dibeli pedagang seharga Rp 7.500/kg dan dijual kepada konsumen Rp 8.300/kg sebagai harga eceran tertinggi.
Pedagang yang membeli beras operasi pasar, kata Fazri, harus taat perjanjian dengan menjual beras Rp 8.300/kg. Bulog menurunkan tim pengawas agar tidak terjadi penyelewengan. Jika ketahuan ada pedagang yang melanggar, kerja sama diputuskan.
Fazri menjelaskan, beras untuk operasi pasar seratus persen beras petani, sedangkan beras impor belum dikeluarkan. Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang ikut operasi pasar menyatakan, beras itu berasal dari Bulog Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Kepala Pasar Induk Beras Cipinang Endang Sundara melaporkan, harga beras eceran tertinggi di Pasar Induk Cipinang beragam, mulai yang premium, menegah, dan medium. Untuk beras jenis IR I Rp 10.100/kg, IR II seharga Rp 9.400/g, dan IR III dipatok sebesar Rp 8.800/kg.
Beras lainnya juga masih menunjukkan harga tinggi, Cianjur Kepala Rp 13 ribu/kg dan Cianjur Slyp Rp 12 ribu/kg. Selain itu, beras Setra Rp 12.300/kg, Saigon Rp 10.800/kg, Muncul 1 Rp 10.800/kg, Muncul 2 Rp 9.800/kg, dan Muncul 3 Rp 9.100/kg.
Ketua Serikat Pedagang Pasar Indonesia Burhan Saidi melaporkan, harga beras saat ini Rp 11 ribu-Rp 11.400/kg untuk ukuran medium, sedangkan beras standar Rp 9 ribu-Rp 9.200/kg. ''Memang seharusnya Bulog saat ini mengantisipasi kenaikan harga dengan operasi pasar,'' katanya.
Informasi yang SPPI terima, persediaan beras cukup hingga April. Total ketersediaan di Jakarta-Banten saat ini sekitar 250 ribu ton. Akan tetapi, ditingkat pengecer relatif masih rawan karena ketersediaannya belum merata tersalur, sehingga harga rentan naik.
Pengamat pertanian Dwi Andreas Santosa mengatakan, saat ini sudah saatnya pemerintah menambah stok beras nasional. Pasalnya, sejak Desember 2015 sampai Maret 2016, diprediksi masih tetap paceklik dan kalaupun ada panen maka jumlahnya tidak mencukupi.
"Sebenarnya, istilah menambahkan stok bisa dari dalam negeri dengan peningkatan panen atau dari luar negeri dengan impor," ujar Dwi. Ia mengingatkan pemerintah agar waspada dalam menambah stok beras nasional. Kalau terlambat memutuskan, risikonya besar.
Apalagi, harga beras saat ini sudah mencapai rekor tertinggi dan kencenderungannya selalu naik. Dwi mencontohkan, harga beras premium pada awal 2016 sudah mencapai Rp 10.700/kg, padahal pada awal 2015 harganya berkisar Rp 9.000/kg.
Menurut dia, stok beras saat ini sudah tipis. Impor dari Vietnam serta Thailand, ia yakini, belum bisa mencukupi kebutuhan stok nasional. Ia menyambut baik rencana pemerintah melakukan diversifikasi impor beras dari Pakistan dan India.
Ini pembelajaran dari kejadian sebelumnya, pemerintah terlambat memutuskan impor, sehingga beras dari Vietnam dan Thailand sebagian besar sudah diborong Filipina. Ini menyebabkan stok beras internasional menipis.
Namun, menurut Dwi, pemerintah juga harus jeli menghitung stok beras yang ada di India dan Pakistan. Pasalnya, saat ini India juga sedang mengalami kesulitan stok beras, sehingga harus melakukan impor.
Optimistis turun
Secara terpisah, Menteri Perdagangan Thomas Lembong optimistis harga komoditas pangan pada awal 2016 sudah mulai menurun. Menurutnya, komoditas harga ayam, telur, dan cabai akan reda lagi dalam beberapa pekan ke depan.
"Lonjakan harga hanya sementara karena berkaitan dengan akhir tahun dan liburan," ujar Thomas. Ia menyatakan, lonjakan harga yang terjadi hanya bersifat sementara dan saat ini sudah banyak daerah sentra produksi yang melakukan panen raya.
Thomas juga meyakini, perekonomian Indonesia pada 2016 akan lebih baik. Hal ini didukung dengan pulihnya perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa, sehingga kondisi ini harus dimanfaatkan oleh Indonesia.
Menurut dia, di tengah kelesuan harga komoditas, pelaku usaha Indonesia harus mengubah model bisnisnya. ''Ke depan, salah satu model bisnis yang menjanjikan, yakni e-commerce dan teknologi digital,'' katanya. n ed: ferry kisihandi