Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Gafatar Miliki Jejaring

Red:

JAKARTA — Gerakan Fajar Nusantara (Gatafar) memiliki jejaring dan menjalankan beragam aksi sosial. Gerakan ini dideklarasikan di gedung JIEXPO, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 21 Januari 2012. Deklarasi yang diikuti 14 DPD ditutup dengan pemukulan 1.150 kentongan.

 

Laman resmi Gafatar menyebutkan, penutupan dilakukan oleh Wakil Ketua Umum Wahyu Sanjaya. Sedangkan, pemukulan kentongan merupakan simbol bahwa masyarakat harus bangun dan tersadar dari tidur. "Karena hari sudah fajar dan Gerakan Fajar akan terbit."

Gafatar bergerak di sejumlah bidang, di antaranya ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan. Di bidang sosial, mereka sering melakukan donor darah. Bahkan, pada 19 April 2015, Gafatar memperoleh penghargaan dari RSUP Fatmawati Jakarta karena sering donor darah.

Di Kalimantan Tengah, organisasi ini menjalankan program ketahanan pangan. Gafatar pun berinteraksi dengan sejumlah pejabat daerah, di antaranya sempat mediasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.

Bibit Samad Riyanto, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, pernah menjadi ketua Dewan Pembina Gafatar. Namun, ia akhirnya memilih mundur setelah diberi tahu bahwa organisasi ini tunduk pada mesiah.

"Setelah saya cari tahu mesiahnya itu siapa, ternyata Moshaddeq, yang pernah dihukum karena penodaan agama," kata Bibit, Selasa (12/1). Ia mengakui, selama masuk dalam struktur, ia hanya hadir sebagai pembicara di sejumlah acara.

Saat itu, dia menilai Gafatar merupakan organisasi sosial bagus yang memberikan perhatian pada kebersihan lingkungan dan ketahanan pangan. Bibit tertarik masuk karena ingin menyosialisasikan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK).

Bibit akhirnya melepaskan jabatannya di Gafatar pada 2014 dari jabatan dan keanggotaannya sebagai dewan pembina. Bibit sempat ikut dalam rapat kerja nasional dua kali, yakni di Denpasar, Bali, dan Makassar, Sulawesi Selatan.

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  Soedarmo menyatakan, Gafatar berstatus ilegal. Ia beralasan, sampai hari ini Kemendagri belum pernah mengeluarkan surat keterangan terdaftar terhadap Gafatar.

"Dia (Gafatar) ini ormas ilegal, nggak terdaftar di kita (Kemendagri)," ujar Soedarmo. Ia menjelaskan, ormas yang beberapa kali berganti nama itu memang sempat mendaftarkan diri ke Ditjen Kesbangpol Kemendagri pada 2011.

Namun, kajian Kemendagri saat itu menemukan bahwa ormas tersebut terkait dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII), yang lebih dahulu dilarang. Inilah yang menjadi dasar Kemendagri tak mengeluarkan surat keterangan terdaftar terhadap Gafatar.

 

Penelusuran Kemendagri terhadap ormas ini menunjukkan bahwa mereka pecahan ormas yang sudah dilarang di Indonesia. Indikasinya, ormas itu asalnya dari Al Qiyadah Al Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq, yang berdiri pada 2000.

 

Moshaddeq mengaku dirinya sebagai nabi, kemudian memicu Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakannya sesat. Pada pertengahan 2007, Moshaddeq mengaku bertobat. Ajaran Qiyadah sempat menyebar tak hanya di Jawa, tapi juga Sumatra dan Kalimantan.

Soedarmo menjelaskan, saat Qiyadah berganti nama menjadi Gafatar, yang dideklarasikan di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 2012, baru mulai banyak pengikutnya. Ormas ini pun ternyata tak memiliki izin dan termasuk organisasi terlarang. Ini merujuk pada surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri RI Nomor:220/3657/D/III/2012 tanggal 20 November 2012.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah bertindak tegas dalam memerangi aliran sesat dan organisasi sosial Gafatar. Pasalnya Gafatar merupakan penjelmaan dari Qiyadah yang sudah dinyatakan sesat oleh pemerintah.

Ketua MUI DIY, Thoha Abdurahman, mengatakan, pemerintah sudah memutuskan jika Gafatar tersebut tidak boleh berdiri. "Karenanya, kita meminta pemerintah untuk bertindak tegas," ujarnya. Beberapa tahun lalu, Qiyadah telah membaiat 1.000 orang di DIY.

MUI Lampung mengajak umat Islam tidak mudah terpengaruh dan asal ikut saja aliran, ajaran, atau kelompok yang berkedok pengajian Islam. Umat harus mengecek dan mericek dulu sebelum bergabung dengan kelompok tertentu.

"Umat Islam harus tabayun dulu, cek dan ricek pengajian tersebut. Sudah sesuai Alquran dan sunah atau tidak. Apa rujukan kitabnya, siapa orangnya, tempatnya," kata Imam Asyrofi AC, pengurus MUI Provinsi Lampung, kemarin. n mursalind yaslan ed: ferry kisihandi

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement