Pemerintah mendorong percepatan revisi UU Pemberantasan Terorisme. Menurut Anda, perlu tidak revisi tersebut?
Ya perlu, kami Komnas HAM salah satu yang mendukung itu. Namun, dukungan kami mengarah pada penindakan yang ramah terhadap hak asasi manusia.
Apa yang salah dengan penerapan pemberantasan terorisme selama ini?
Temuan kami, selama ini penindakan yang dilakukan oleh penegak hukum sering melanggar HAM. Seperti salah tangkap, asal tembak mati, juga soal penganiayaan.
Kadang mereka juga menindak dengan tembakan mati tanpa melalui prosedur hukum. Manusia tetap berhak untuk diadili di meja persidangan. Hal itu termasuk dalam hak asasi manusia. Meskipun teroris, mereka juga masih punya hak dasar, yaitu mendapat keadilan.
Pemerintah juga berencana untuk memberikan wewenang lebih kepada Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) dalam penegakan hukum. Bagaimana menurut Anda?
Itu wacana yang ngaco sebenernya karena seharusnya BIN memang bertupoksi sebagai pemberi informasi dan deteksi dini. Begitu juga BNPT yang memang harusnya bertugas sebagai pencegah, bukan eksekusi.
Berarti kewenangan harus tetap di kepolisian?
Jika memang hendak menegakkan hukum dan memperketat penyebaran teroris, yang harus ditingkatkan kualitasnya adalah kepolisian. Kepolisian punya tupoksi untuk menindak. Kepolisian kan punya intelijen yang canggih-canggih. Jadi, harusnya bisa dicegah dulu.
Pemerintah menilai revisi perlu agar bisa menindak tanpa bukti permulaan untuk mencegah insiden. Bagaimana menurut Anda?
Bukan begitu, jadi jangan diartikan kalau ada bukti harus ada insiden dulu. Jadi, ya kalau ada teroris harus ditangkap. Tapi, kan jangan melupakan soal prinsip HAM. Jadi, harus bisa menegakkan prinsip HAM juga, meski ada penangkapan. Oleh Intan Pratiwi, ed: Fitriyan Zamzami