Proyek kereta cepat dinilai akan menggerus tatanan ekologi, apa pendapat Anda?
Kalau buat saya, persoalannya bukan di situ. Persoalannya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memperlebar ketimpangan antara Indonesia barat dan timur. Itu yang paling penting. Kalau soal amdal dan sebagainya, itu soal teknis.
Bisa dijelaskan ketimpangan yang Anda maksud?
Sebanyak 58 persen penduduk Indonesia tinggal di Jawa karena infrastruktur yang bagus menumpuk di sini. Di sisi lain, daya dukung ekologis yang ada di Pulau Jawa tak berimbang dengan jumlah penduduk.
Karena itu, kebijakan transportasi massal tak boleh lepas dari strategi pemerataan populasi. Ideologi perlambatan di Jawa dan percepatan di luar Jawa perlu dijalankan. Kalau di luar Jawa, memakai APBN pun dapat dimaklumi.
Apa Anda melihat proyek ini akan membebani APBN?
Kemarin, saya Whatsapp Kang Teten (Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki) terkait rencana groundbreaking proyek kereta cepat.
Dia menjawab, maaf Mas, tapi ini sudah menjadi keputusan. Agak susah kalau dibatalkan lagi. Paling-paling dikawal supaya beberapa hal negatifnya bisa diminimalkan. Saya bilang, saya cuma bisa sedih. Saya orang yang konsisten menolak proyek ini karena akan jadi beban APBN "seumur hidup" dan memperlebar ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa. Sayang nama baik Pak Jokowi.
Apa yang diharapkan?
Jadi, mohon dipertimbangkan betul. Karena ini menyangkut uang puluhan triliun. Saya rasa, tidak adil bila dana APBN Rp 150 triliun hanya untuk membangun kereta cepat di Jawa, hanya menghubungkan dua kota. Padahal, infrastruktur transportasi lainnya sudah berlimpah.
Bila kereta cepat dibangun swasta atau termasuk BUMN, dampaknya tarif penumpang nanti. Kalau (tarif) terlalu tinggi, kereta cepat tidak akan laku. Operasionalnya lantas diserahkan ke pemerintah. Akhirnya membebani APBN. Oleh Hasanul Rizqa, ed: Ferry Kisihandi