Menteri Kesehatan menyatakan, KLB demam berdarah dengeu pada tujuh daerah. Bagaimana pandangan keseluruhannya di Indonesia?
Kalau bicara skala nasional, kita belum melihat adanya peningkatan yang signifikan atau dikatakan sampai outbreak. Tapi, kalau melihat spotting daerah, dari laporan yang kita dapatkan, betul. Memang ada beberapa daerah yang kita amati, ada tren naik. Dan, malahan ada kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah. Artinya, skala daerah. Tapi, secara nasional, tentunya belum dikategorikan sebagai kejadian luar biasa. KLB-nya baru tingkat regional.
Apa kriteria daerah mengalami KLB?
Misalnya, dulu tak ada yang meninggal, sekarang ada. Nah, itu bisa dikategorikan KLB. Kemudian juga, dari sisi case fatality rate. Artinya, yang menderita satu, meninggal satu. Berarti, itu masuk lokus kejadian luar biasa.
Langkah apa yang sudah dilakukan Kemenkes terkait laporan peningkatan kasus DBD belakangan?
Itu sudah rutin hal-hal seperti ini kita lakukan, walaupun ada atau tidak ada kejadian (KLB). Yang kita lakukan adalah upaya-upaya penguatan surveillance.
Kita tahu, nyamuk Aedes aegypti ini kan berkembang di penampungan-penampungan air bersih, bukan air yang kotor malahan. Di beberapa daerah, mungkin banyak di rumah, kemudian di sekolah. Kebanyakan kasus kan pada anak-anak usia sekolah.
Upaya lain, sudah membentuk Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jadi, di setiap rumah itu ada paling tidak satu Jumantik. Dengan ini, akan memantau penampungan air, kemudian dilakukan upaya-upaya pemberantasan jentik.
Kita kan kenal 3M Plus, yakni menimbun, menutup, mendaur ulang. Plusnya bisa dengan melipat baju-baju yang bergantungan. Itu paling rawan. Paling banyak, sarang nyamuk di sana. Apalagi, kalau tempatnya gelap.
Kemudian, bisa dengan mengoleskan obat antigigitan nyamuk, khususnya buat anak-anak di sekolah. Kita berharap, masyarakat melakukan itu.
Kami sudah menyalurkan bantuan insektisida, larvasida ke seluruh provinsi yang rata-rata endemik demam berdarah. Tentunya, pemerintah daerah sendiri harus mengalokasikan. Juga penguatan sumber daya manusia, terutama dalam level puskesmas.
Yang paling kita harapkan, perilaku hidup sehat masyarakat. Karena, dia (jentik nyamuk pembawa DBD) justru hidup di genangan air yang bersih. Di mana kita sediakan tempat untuk jentik ini berkembang biak. Jadi, mari kita berantas sarangnya dengan pola 3M Plus. Itu masih kami anggap paling efektif.
Kami juga sudah bersurat ke tiap gubernur. Di daerah itu ada Pokjanal, Kelompok Kerja Fungsional untuk DBD. Mari, itu diaktifkan kembali.
Apa KLB di sejumlah daerah itu dipengaruhi perubahan iklim, seperti El Nino?
Saya kira, ini masa-masanya jentik nyamuk mudah berkembang biak. Karena (rentang waktu) antara hujan dan panas, fluktuatif. Itu kurun Januari sampai Maret ini terjadi. Kalau (konsisten) panas terus, barangkali tak terjadi (nyamuk mudah berkembang biak).
Akan banyak air tergenang, penampungan air. Musim tak menentu ini yang kita tengarai dari Januari hinggga Maret ini harus kita waspada. Maka, betul-betul kita harus bisa berantas sarang jentik nyamuk. Itu paling rentan. Oleh Hasanul Rizqa, ed: Fitriyan Zamzami