Survei Indeks Perilaku Antikorupsi menunjukkan, masyarakat Indonesia kian idealis antikorupsi, tapi tetap saja dalam praktiknya ikut kebiasaan korupsi. Pendapat Anda?
Jadi, KPK terkait IPAK (Indeks Perilaku Antikorupsi) ini. (Indeks) turun, kita /enggak khawatir. Memang pengalamannya turun. Makanya, perbaiki pelayanan publik. Pasti deh naik. Orang pengetahuannya (mengenai antikorupsi) makin meningkat.
Kalau (IPAK) turun, kita pikir memang (wajar). Kalau naik, justru bingung (tertawa). Sebab, pelayanan publiknya belum ada perubahan signifikan. Paling (yang cukup berubah) DKI, Bandung, Surabaya. Itu kota-kota besar, kan? Ada daerah. Bantaeng, Batang, berapa? Yogya, misalnya. Semuanya (kebanyakan) di kota-kota besar.
Anda bayangkan, ngerinya dana desa. Kayak apa coba? Walaupun sampai Rp 1 miliar, tapi kan ada yang dari APBD. Kebayang nggak ngerinya kalau pelayanannya masih segini? Kita khawatirnya begitu.
Beberapa daerah sih baik, ya. Pelayanan publiknya baik. Tapi, hampir sebagian besar masih begitu-begitu saja. Padahal, pengetahuan masyarakat sudah semakin tinggi. Pengetahuannya bertambah, praktiknya tak ada perubahan (koruptif).
Di mana saja celah korupsi di daerah-daerah?
Kalau (menurut) KPK, pemda cuma tiga penyakitnya. Pertama, pengelolaan APBD yang diintervensi, dalam bentuk bansos dia (pemda) pesan ke siapa. Kedua, pengadaan barang dan jasa yang dia titip proyek. Ketiga, perizinan SDA (sumber daya alam) yang tertutup. Izin (usaha) tambang, izin kebun, itu enggak ada di APBD. Nilainya sedikit. Tapi, kan kita tahu berapa harga rekomendasi buat buka kebun, buka tambang.
Nah, ini kita mau selesaikan dengan tiga sistem yang seharusnya di-install di semua pemda. E-budgeting, e-procurement, dan perizinan satu pintu. Lewat Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri). Sedia insentifnya lewat Kementerian Keuangan.
Kita bilang ke Kemendagri, paksa dong (agar tiga hal itu diterapkan semua pemda). Kita tuh modelnya maksa sekarang. Enggak ada cara mengimbau-mengimbau. Negara ini sudah repot mengimbau-mengimbau. Respons Kemendagri oke.
Bagaimana kemudian mencegah korupsi di daerah tersebut?
Sekarang, KPK sedang datang ke daerah-daerah yang baik untuk mendokumentasikan, copy sistemnya. Kita datang ke Bandung, Surabaya, Bogor, DKI, Bantaeng, Batang. Ini daerah-daerah yang kita anggap baik. Kita bilang, "Boleh enggak sistemnya di-copy?" Aplikasinya, SOP-nya, pembelajarannya. Jadi detail banget. Dan, kalau aplikasi, kita maunya itu enggak berbasis (merek), jadi yang gratis.
Paling enggak, kita bantu kepala daerah yang mau benar. Kalau yang enggak mau benar, biarin aja. Ditindak enggak apa-apa. Dan, bantuan itu teknis. Kita pasang aplikasi, segala macam. Tapi, kita pantau, tiga bulan, enam bulan.
Apa kelebihan e-budgeting, e-procurement, dan KTSP dalam mencegah praktik korupsi pada pelayanan publik?
Kalau e-budgeting kan dari musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) ketahuan itu. E-budgeting juga bisa menutup yang (potensi korupsi) bansos. Kita mau semua terbuka kan kebutuhannya.
Kalau KTSP (kantor terpadu satu pintu), semuanya diurus di situ. Yang kurang, prosedurnya harus dibuka (transparan). Berapa lama. Itu yang mungkin belum. Tapi, satu lagi, di pelayanan satu pintu itu harus antigratifikasi. Jangan dibiasakan ngasih. Pegawai kan sudah dibayar. Itu budaya yang ingin kita bangun. rep: Hasanul Rizqa, ed: Fitriyan Zamzami