Jumat 04 Mar 2016 15:00 WIB

Surono, Staf Ahli Kebencanaan Kementerian ESDM: Gempa Bukan Harus Dihindari

Red:

Bisa dijelaskan mengenai gempa di Samudra Hindia, Rabu malam. Apakah benar pernyataan pakar gempa di luar jalur megathrust?

Iya, hasil kajian beberapa pakar sebelumnya, yang "ditunggu-tunggu" adalah pusat gempa dengan jarak kurang dari 300 meter dari pantai barat Sumatra. Mekanismenya juga biasanya mekanisme sesar normal, di mana pergeseran lempeng memiliki arah vertikal.

Artinya, ada sesuatu yang naik kan. Nah, gempa kemarin meski magnitudo besar dan dangkal, mekanismenya bukan mekanisme sesar normal. Namun, mekanisme sesar geser yang bukan pemicu tsunami.

Ada analogi mudah untuk menjelaskan kepada masyarakat?

Sekarang coba bayangkan. Begini, kita punya air satu baskom, kemudian kita masukkan tangan kita. Terus tangan kita, kita gosok-gosokan saja secara mendatar. Air itu akan hasilkan gelombang, tapi air tidak akan tumpah kan? Itu yang terjadi kemarin.

Nah, selanjutnya tangan dimasukkan dengan telapak tangan menghadap ke atas. Lalu, diangkat tiba-tiba. Pasti air itu akan tumpah. Itu kalau mekanismenya sesar normal.

Apakah ada potensi gempa kemarin bisa memicu pergerakan lempeng di bagian lain di sepanjang pertemuan lempeng di barat Sumatra dan selatan Jawa?

Gempa begini tidak akan berhenti sepanjang pengetahuan kita. Jenis kemarin biasanya banyak dan berhentinya itu hanya Tuhan yang tahu. Kalau sesar bergerak pasti akan mencari keseimbangan baru.

Begini analogi lainnya. Kalau saya punya seprai di atas kasur, saya bentangkan. Kalau salah satu ujung saya tarik, pasti yang lain ikut tertarik juga. Namun, batuan atau tanah punya elastisitas tertentu. Kalau ditarik dia masih elastis. Ini tidak akan terganggu. Tetapi, manakala tarikan itu melampaui batas elastisnya, kalau karet kita tarik dia putus. Inilah yang menjadi gempa.

Lantas kapan ini akan merembet?

Jawaban saya begini. Apakah sama dengan kejadian gempa tahun 2004 ke 2005? Di mana pada 2004 seprai Anda ditarik di Aceh sana dan 2005 seprai terganggu di Nias. Lets say, besar atau kecil pengaruhnya akhirnya ke Yogyakarta pada 2006.

Bicara kesiapan, Anda melihat masyarakat kita siap?

Belum, belum. Jangankan gempa yang periodenya lama. Misalnya, saya dulu pernah tanya kepada masyarakat Yogyakarta. Sekitar tahun 1943 dulu Yogyakarta pernah ada gempa. Begitu 2006 saya tanya ke warga, mereka lupa.

Masyarakat harus siap. Pemda harus ada perda, misalnya, bangunan vital strategis harus tahan gempa. Gempa bukan harus dihindari. Orang semua daerah rawan gempa enak untuk ditinggali. Sekarang kalau daerah rawan bencana harus dihindari, apakah Bantul mau kosong?

Bagaimana mestinya penerapan mitigasi bencana?

Walau klise, saya ngomong begini. Pendidikan bencana kita tidak pernah membumi. Anak-anak kita tidak tahu, dari 2000 sampai 2012 ada 12 gempa besar di dunia yang korbannya lebih dari 1.000 orang dan empat gempa di antaranya di Indonesia.

Ingatkah kita? Tidak. Yang terpenting adalah pendidikan. Yang memperkecil dampak bencana adalah pendidikan. Oleh sapto Andika Candra ed: Ferry Kisihandi

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement