Penyidikan terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun lalu dihentikan, Walhi melihat celahnya di mana?
Ini menunjukkan Polri melemahkan upaya penegakan hukum lingkungan, padahal jelas, dampak yang diakibatkan kan demikian parah. Harusnya Polri bisa mendukung upaya-upaya untuk membuat efek jera kepada perusahaan-perusahaan pembakar lahan dan hutan.
Bukan malah seolah-olah memberikan angin kepada mereka. Ya, pada saat ramai-ramai diproses, tenang saja nanti juga bisa di-SP3. Seharusnya, Polri lebih progresif melihat kasus-kasus lingkungan, karena kasus ini kan berbeda ya.Dia extra ordinary crime.
Kasus lingkungan tidak bisa dilihat dari aspek formal saja, tetapi juga lihat dampaknya. Dalam hukum lingkungan itu, si pemilik konsesi, ketika ditemukan api, ya dia sudah langsung bersalah karena dia tidak mampu menjaga konsesi yang diberikan.
Sebesar apa dampak dari putusan ini?
Dampaknya akan sangat negatif. Ini bisa jadi preseden buruk terhadap penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Karena, kalau kasus sedemikian besar saja bisa lepas, apalagi yang lebih kecil?
Pemerintah mengaku sulit menemukan barang bukti. Bagaimana pandangan Anda?
Begini, kalau di dalam hukum lingkungan, ada prinsip-prinsip strict liability, yakni tanggung jawab mutlak. Pada saat di wilayah konsesi terjadi kebakaran atau ada titik api, tidak diperlukan tangkap tangan atau barang bukti yang lain.
Sebab, sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan pemilik konsesi untuk melakukan pencegahan. Dia bertanggung jawab secara mutlak.
Misalnya, KLHK lebih fokus pada sisi administratif dan perdata, perlukah KLHK ikut memidanakan mereka?
Sebenarnya bisa saja, karena KLHK mempunyai PPNS, dan ini juga yang menurut Walhi menjadi penting adanya pengadilan khusus lingkungan hidup. Karena, sistem hukum kita yang ada saat ini, tidak bisa menjangkau hal-hal yang seperti itu. Jadi, kasus kejahatan lingkungan perlu diperlakukan seperti kasus tindak pidana korupsi.
Presiden perlu turun tangan?
Memang, penegakan hukum itu wilayah yang berbeda dengan eksekutif. Namun, sebagai atasan dari kepolisian, harusnya Pak Jokowi memberikan perintah kepada Kapolri dan jajarannya agar lebih tegas dalam penanganan kasus-kasus kejahatan luar biasa.
Jangan penegakan hukum itu hanya berlaku efektif pada pelaku pembakaran, yang katakanlah nonkorporat. Selama ini, polisi berani hanya pada pelaku masyarakat saja, untuk korporasi kok tumpul. Pelaku korporasi menimbulkan dampak lebih besar.
Secara terperinci, apa yang bisa dilakukan pemerintah ke depan?
Katanya sudah ada moratorium. Yang kami minta bukan semata moratorium soal perizinan baru saja, tetapi juga menghentikan konversi, artinya, pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar. Ini harus ada tindakan preemptive dari pemerintah.
Pemerintah tidak bisa lagi melakukan pembinaan terus kepada perusahaan, karena itu sudah dilakukan puluhan tahun lalu. Jadi, upaya pembinaan bisa dibilang gagal, terbukti dengan selalu terjadi kebakaran hutan setiap tahun.
Selain itu, pemerintah segera lakukan audit terhadap seluruh konversi yang ada, baik lingkungan, ketaatan, kepatutan, dan lainnya, sekaligus proses review atas perizinan mereka. Kalau dalam audit ada pelanggaran, langsung cabut izinnya.
Terakhir, segera selesaikan konflik tumpang tindih antara konversi dengan wilayah masyarakat. Oleh Sapto Andika Candra, ed: Ferry Kisihandi