Foto : Republika/ Yasin Habibi
Pemerintah pusat memotong anggaran untuk pemerintah daerah sebesar Rp 68,8 triliun, bagaimana seharusnya daerah menyikapinya?
Saya meminta daerah untuk menyikapi pemotongan anggaran daerah sebesar Rp 68,8 triliun dengan bijak. Sebab, pemotongan ini sebuah sinyal bahwa APBN kita mengalami penurunan penerimaan karena berbagai faktor, baik global maupun internal. Karena itu, ke depan kita tidak boleh terlalu mengandalkan lagi APBN.
Apa yang mesti dilakukan daerah agar bisa bertahan?
Daerah perlu melakukan penyederhanaan birokrasi, serta membuat daerahnya lebih bersahabat untuk investasi. Artinya, sumber pembangunan ekonomi daerah bukan hanya berasal dari pengeluaran APBN maupun APBD.
Apa yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk menjamin pembangunan di daerah tetap berjalan?
Pemerintah tidak bisa memangkas anggaran begitu saja. Tapi juga mesti memberikan insentif regulasi, untuk mempermudah investasi. Contohnya, di Manado banyak potensi ekonomi yang bisa dieksplorasi seperti usaha sarang walet dan impor buah melalui kargo, yang harus melalui Surabaya dan Jakarta, sehingga biayanya tinggi dan menyebabkan harga menjadi mahal. Jadi, perubahan peraturan juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga harus kreatif.
Apa pemerintah mesti menyamaratakan pemotongan anggaran daerah, sementara kemampuan APBD dan potensi daerah berbeda-beda?
Dengan momentum pengampunan pajak, bisa menciptakan iklim investasi yang positif. Seharusnya, pemerintah lebih mudah mengalirkan biaya modal untuk investasi di daerah. Pemerintah juga mesti melihat daerah mana saja yang anggarannya layak dipotong atau tidak karena tidak semua daerah investasinya bagus.
Tapi saya pikir, pemerintah sudah menghitung dengan cermat konsekuensi yang akan terjadi akibat pemotongan itu. nOleh Eko Suptiyadi ed: Ferry Kisihandi