Seperti apa pemerintah mengevaluasi periode pertama pengampunan pajak?
Yang jelas, salah satu yang kami peroleh kan data-data wajib pajak baru. Sebanyak 14.135 wajib pajak baru yang sebelumnya belum punya NPWP. Mereka ini sebelumnya belum pernah laporkan SPT (surat pemberitahuan). Dengan ini (pengampunan pajak) kan mereka sampaikan. Jadi, kondisi positifnya kita lihat bersama. Ke depan, basis pajak luas.
Terkait penerimaan negara dari pengampunan pajak bagaimana?
Ya masih (optimistis). Ini kan tiga bulan pertama. Istilah kata mungkin ada orang yang belum laporkan. Kita enggak tahu namanya orang punya harta, kita tidak tahu. Kami masih ada keyakinan, terutama periode kedua. Dan usaha kecil, karena tarif tebusan kan sama. Kami akan lebih bergerak ke arah sana.
Khusus untuk deklarasi harta, terlihat deklarasi dalam negeri masih mendominasi?
Yang jelas, sebetulnya sekadar informasi. Yang di-display ada yang dilaporkan wajib pajak dan wajib pajak yang laporkan sendiri. Kami hanya record. Dia laporkan harta berupa apa, itu yang diakumulasikan jadi seperti itu. Kemudian, kalau harta yang dideklarasikan di luar negeri, hartanya masih di sana, di luar negeri. Jadi, dia tidak ingin memulangkan. Kalau yang repatriasi itu kan yang berencana mau dipulangkan. Kira-kira gitu. Terus ada gerombolan lagi harta deklarasi dalam negeri. Itu termasuk juga di antaranya yang lakukan repatriasi sebelum UU berlaku. Namun, besarannya seperti apa, kami tidak pernah tahu, karena yang declare wajib pajak ya. Yang betul-betul declare adalah wajib pajak. Oh saya declare barang deklarasi, karena barang itu ada di dalam negeri atau mungkin memang barang dalam negeri. Ada dua kelompok.
Tapi, sempat dibilang potensi harta wajib pajak Indonesia di luar negeri luar biasa besar? Lalu, mengapa deklarasi harta luar negeri belum maksimal?
Itu assesment dari beberapa pihak. Ada lembaga-lembaga lakukan assesment. Kalau kami sih belum pernah lakukan assesment. Itu lembaga ada beberapa pihak dan lembaga internasional ya. Itu yang kami pakai datanya, kami pinjam sebetulnya. Kalau persisnya berapa kami tidak tahu.
Pemerintah masih menyasar wajib pajak besar yang simpan harta di luar negeri?
Sebetulnya kalau sudah declare, polanya kan dia declare nanti 2018-2019 ada AEoI (Automatic Exchange of Information) atau pertukaran data pajak, kita ujinya di sana. Kita tidak bisa uji sekarang, "Eh hartamu kurang tuh." Kami akan dapatkan data, kami cocokkan dengan yang di-report sekarang. Ini pekerjaan kami begini, oh ternyata total hartamu segini nih, kami sampaikan. Kan gitu kan. Sifatnya self assesment ya.
Kedua, ini pilihan. Hak wajib pajak untuk ambil monggo, belum ambil juga masih ada kesempatan kedua. Cuma ekspektasinya kan kalau masih ada yang belum pulang ya pulanginlah. kalau belum dipulangin, ya dilaporinlah ya. Tahun 2018 ada keterbukaan data. Ujinya pada waktu nanti kami dapatkan informasi. Kalau belum dapat informasi, kami sulit juga address. Ini yang kami coba bangun dulu. Fondasi tax base kita base bangun, baru kita cerita. Deklarasi dalam negeri juga sama. Kalau ada orang laporkan harta, kita ga tahu jumlah pastinya harta mereka. Who knows, karena apa? Program ini masih self assesment.
Harta repatriasi masih Rp 137 triliun. Apakah bisa sentuh Rp 1.000 triliun sesuai keinginan pemerintah di awal?
Kemarin kan deklarasi wajib pajak, ya 137 triliun mau direpatriasi. Ya harapannya next periode. Ini baru sepertiga jalan. Apakah kita sudah bisa justifikasi? Kan belum. Kedua, kemungkinan juga ada yang sudah masuk ke dalam negeri sebelum UU berlaku. Repatriasi as of 2015 ya. Bisa saja sebelumnya sudah masuk ke dalam negeri. Kita tidak bisa menilai karena kita tidak tahu lalu lintasnya (lalu lintas harta).
Partisipasi UMKM masih minim. Bagaimana mendongkraknya?
Ada beberapa asosiasi, ada beberapa yang punya binaan, pembinanya beberapa kelompok, mungkin kita akan mengarah ke situ. Bukan menakut-nakuti ya, tapi memberikan kesempatan. Oleh Sapto Andika Candra ed: Muhammad Iqbal