Seberapa penting pengembangan teknologi nuklir bagi Indonesia?
Saat ini, penduduk Indonesia jumlahnya hampir seperempat miliar. Di sisi lain, cadangan energi mineral kita (minyak, gas alam, batu bara) sudah menipis. Indonesia perlu sumber energi yang baru dan terbarukan untuk memenuhi keperluan jangka panjang. Nuklir itu termasuk energi baru.
Jika dilihat dari target nasional pemenuhan sumber energi hingga 2025, Indonesia harus dapat memenuhi sekitar 23 persen sumber energi baru. Saat ini kita baru punya sekitar lima hingga tujuh persen sumber energi baru. Pengembangan teknologi nuklir ini bisa dijadikan alternatif untuk memenuhi target itu.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi kebutuhan tenaga listrik, pada 2025 Indonesia harus mampu membangun pembangkit dengan daya 115 gigawatt. Saat ini, kita baru dapat memenuhi sekitar 52 gigawatt-53 gigawatt. Nuklir pun bisa dijadikan alternatif untuk memenuhi target tersebut.
Persiapan pemerintah saat ini sudah sejauh mana untuk mengembangkan teknologi tersebut?
Berdasarkan keputusan presiden pada 22 Juni lalu menyatakan Indonesia harus menyusun peta jalan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Keputusan itu kita terjemahkan dengan memperhitungkan berapa sumber daya yang kita miliki, baik minyak maupun gas serta sumber daya lain. Lalu, kita perhitungkan pula jika energi nuklir ini masuk apakah akan dijadikan alternatif atau pilihan terakhir.
Kalau dari sisi kerja sama dengan negara-negara lain, kita sering berkomunikasi. Misalnya saja dengan Prancis, Jepang, Rusia, dan Cina. Setiap bulan bahkan mereka datang ke Indonesia untuk menawarkan teknologi pengembangan nuklir.
Jadi pemerintah siap mengembangkan teknologi nuklir ini ?
Kalau memang diputuskan besok harus membangun PLTN, kami siap. Dari sisi SDM, kami siap. Sebab, ada sejumlah perguruan tinggi yang memang telah melakukan kajian mengenai nuklir. ITB mengembangkan penelitian mengenai pengembangan reaktor nuklir, Batan punya Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir dan UGM yang memiliki Departemen Teknologi Nuklir dan Fisika. Jadi, sebetulnya setiap tahun kita punya alumni-alumni di bidang nuklir, baik S-1, S-2, hingga S-3 beserta penelitian yang mendukung.
Bagaimana dengan kendala merealisasikan pengembangan teknologi nuklir itu ?
Ada yang menyangsikan ketersediaan uranium di Indonesia. Berdasarkan data terakhir, jumlah sumber daya uranium yang kita miliki sebanyak 74 ribu ton. Untuk mengeksplorasi sumber daya uranium baru, kita terhambat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Dalam aturan itu, memang ada larangan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi nuklir untuk keperluan komersial.
Sebenarnya, Indonesia pun tetap bisa mengimpor uranium dan itu tidak dilarang. Uranium pun bukan merupakan sumber energi yang habis dalam sekali pakai. Jika ada teknologi daur ulang, maka nantinya uranium ini dapat didaur ulang dengan lebih baik.
Berarti, revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 diperlukan?
Kami kira memang perlu. Dengan begitu, kita dapat perhitungkan kemampuan SDA dan SDM kita. Selama ini kan yang diperhitungkan ketersediaan uranium baru 74.000 ton. Itu yang terhitung sebelum ada eksplorasi baru. Jika ada kesempatan untuk mengeksplorasi, bisa saja ditemukan ketersediaan uranium kita lebih dari perhitungan yang ada.
Kabarnya masyarakat takut akan potensi bencana nuklir seperti yang terjadi di Fukushima (2011) atau Chernobyl (1986)?
Belajar dari tragedi tersebut, kita perhatikan tiga hal. Pertama, untuk membangun reaktor nuklir, dipilih daerah dengan potensi gempa dan tsunami yang rendah. Misalnya saja, Bangka, Kalimantan, atau Batam.
Kedua, gunakan teknologi yang paling baru dengan sistem keamanan yang lebih baik. Ketiga, pengembangan teknologi nuklir itu harus setransparan mungkin. Artinya, para pemangku kepentingan tidak boleh menutup akses informasi kepada masyarakat, LSM, dan berbagai pihak lain tentang teknologi nuklir yang sedang dikembangkan. Oleh Dian Erika Nugraheny, ed: Fitriyan Zamzami