Senin 07 Nov 2016 18:00 WIB

Muzakir, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta: Gelar Perkara Secara Terbuka tidak untuk Umum

Red:

Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri untuk melaksanakan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama secara terbuka. Bagaimana tanggapan Anda?

Masalah gelar perkara secara terbuka, terbuka tapi tidak untuk umum. Selama ini adalah gelar perkara sifatnya terbuka, bisa dihadiri pihak terlapor dan pelapor. Tapi, kalau dibuka menjadi siaran langsung, jadi tak bagus karena bertentangan dengan prinsip pemeriksaan satu perkara dan tahapan awal.

Apakah langkah ini akan membahayakan proses penyidikan?

Kita harus mencoba menghargai profesionalisme penyidik. Kalau proses awal penyidikan terbuka, nanti orang-orang yang disebut namanya, yang harusnya dirahasiakan, itu terbuka semua. Orang itu bisa menghilangkan barang bukti, merekayasa, dipengaruhi, akhirnya bisa berubah materinya.

Sebaiknya, seperti kasus Jessica Kumala Wongso dibuka publik, baik. Tapi, dari sisi proses penyelidikan dan penyidikan, itu tidak baik. Kalau itu di pengadilan, artinya proses penyidikan sudah sempurna. Sementara, kalau gelar perkara kan belum sempurna. Sempurna itu, sudah P-21, matang, unsur-unsur sudah terpenuhi.

Selama ini gelar perkara hanya untuk pihak-pihak terkait?

Kalau ini kan baru proses awal, ada bagian dokumen yang wajib untuk dirahasiakan. Bukan untuk apa, tapi untuk membuka semua orang yang terlibat. Maka, dibutuhkan kerahasiaan itu. Pertama, untuk melindungi privasi orang. Kedua, jangan sampai mengecohkan proses penyidikan berikutnya.

Karena, kalau dia (materi atau saksi) terpublikasi, dia bisa lari. Walaupun jadi saksi, bisa lari. Ini bisa mengacuhkan prinsip penegakan hukum. Kalau misalnya kebijakannya siaran langsung, berarti berlaku untuk semua perkara.

Termasuk pemeriksaan pejabat yang disangka melakukan tindak pidana. Pemeriksaan saksi juga harus terbuka untuk umum, mau atau tidak? Risikonya, kalau ada orang yang keberatan, dugaan saya, bisa kalah itu polisi, karena prinsipnya dirahasiakan. Kecuali sudah di pengadilan.

Gelar perkara kan biasanya dilakukan secara tertutup. Apa karena ada perhatian publik maka jadinya digelar secara terbuka?

Enggak ada hubungannya. Jangan untuk itu. Ini ruangnya berbeda. Kalau ini (gelar perkara), ruangnya benar-benar rahasia. Sama dengan perhatian publik pada kasus tertentu. Kalau ditabrakkan begitu, bisa rusak sistem ini. Walaupun saya memberi keterangan ahli, tapi kalau dipublikasi juga enggak benar. Dalam arti, semua proses dipublikasi. Cukup saja dihadiri oleh para pelapor dan terlapor. Oleh Umi Nur Fadhilah ed: Muhammad Iqbal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement