JAKARTA -- Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Dwi Priyatno telah memerintahkan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum untuk mempercepat pemeriksaan terhadap guru Jakarta International School (JIS).
“Dipercepat kemudian juga akan ada yang diprioritaskan dulu di antara mereka karena ada guru yang orang tuanya sakit,” kata Dwi di Mapolda Metro Jaya, Rabu (11/6).
Dwi menegaskan, semua guru JIS yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap korban DS berjenis kelamin laki-laki. DS (6 tahun), siswa Taman Kanak-Kanak (TK) JIS didampingi orang tuanya yang berinisial OA melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada Selasa (3/6) pukul 00.00 WIB. Dalam laporan tersebut, OA menyebut telah terjadi perbuatan pencabulan terhadap putranya yang diduga dilakukan oleh oknum guru JIS.
Dwi menjelaskan, telah terjadi koordinasi yang baik antara Kantor Imigrasi Jakarta Selatan dengan penyidik Polda Metro Jaya dalam menangani kasus JIS.
Pada Jumat (6/6), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Heru Pranoto telah mengirimkan surat kepada Kantor Imigrasi Jakarta Selatan terkait penundaan deportasi terhadap 20 guru JIS. Penundaan deportasi menyusul adanya laporan baru dari orang tua murid berinisial OA.
“Koordinasi polisi dengan Imigrasi bagus, buktinya dengan surat saja, mereka sudah bisa menerima,” tutur Dwi.
Dia mengatakan, Kantor Imigrasi hanya memberikan waktu 20 hari dalam melakukan penundaan terhadap deportasi guru-guru dari JIS. “Kita prioritas yang ini saja, yang dicurigai. Kita akan secepatnya periksa. Empat WNA (warga negara asing) dan satu WNI (warga negara Indonesia),” ujar Dwi.
AK, korban lain pelecehan seksual di JIS, melalui kuasa hukumnya, Andi Asrun, mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM, Rabu (11/6). AK meminta pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM agar aktif membantu proses penyelesaian kasus pelecehan seksual yang terjadi di JIS. Terlibatnya pemerintah dalam kasus ini untuk mempercepat proses penanganan kasus yang sedang disidik Polda Metro Jaya.
“Saya minta kepada Menteri Hukum dan HAM untuk menahan empat guru JIS di rutan imigrasi,” kata Kuasa Hukum AK, Andi Asrun.
Menurut Andi, penahanan empat guru JIS yang diduga melakukan pelecehan seksual bertujuan untuk memudahkan pemeriksaan di kepolisian. Alasannya, polisi sudah mengetahui lima tersangka yang merupakan petugas kebersihan JIS. Adapun empat guru JIS yang diduga terlibat aksi kejahatan seksual tersebut tidak diketahui di mana tempat tinggalnya. “Jadi, jangan dibiarkan mereka berkeliaran,” ujar Ansi.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mendukung keinginan AK agar Kementerian Hukum dan HAM menahan empat guru JIS sebagai tahanan keimigrasian. Namun, kata Arist, penahanan baru bisa dilakukan jika Polda Metro Jaya meminta hal tersebut.
Menurut Arist, alangkah lebih baiknya apabila keempat guru JIS tersebut dicekal untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri. “Agar Polda Metro Jaya bisa melakukan pemeriksaan kepada empat guru JIS dengan lancar,” ujarnya.
Kabag Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Heryanto mengatakan, pihaknya tidak bisa begitu saja melakukan penahan terhadap empat guru JIS meski polisi sudah minta penundaan deportasi terhadap empat guru JIS berinisial EHD, NB, SLW, dan NV. “Tidak selamanya WNA melanggar dilakukan penahanan,” katanya.
Heryanto melanjutkan, alasan lain pihaknya tidak menahan empat guru JIS lantaran kasusnya sedang ditangani Polri, bukan pihak imigrasi. “Masalah penahanan itu haknya kepolisian, imigrasi hanya memberikan tindakan administratif keimigrasian yang sanksinya berupa pendeportasian,” katanya.
Pengacara korban kasus JIS OC Kaligis meyakini, penyidik bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik. Selama ini, kata Kaligis, penyidik sudah mendapatkan bukti-buktinya. “Dalam hal ini, tentu pihak pelapor sangat mengapresiasi kepada penyidik yang sudah bekerja,” katanya. rep:c62/c70/c30/c75 ed: eh ismail