Kamis 12 Jun 2014 12:41 WIB

Musim Kemarau Lebih Panjang

Red:

JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meramalkan sejumlah daerah akan terkena dampak El Nino. Hal tersebut akan membuat musim kemarau lebih panjang. “Ramalan BMKG ada gejala El Nino lemah. Diwaspadai kalau musim kemarau akan lebih panjang sehingga menunda musim hujan,” ujar Kepala Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor, Dedi Sucahyono, Rabu (11/6). Gejala El Nino tersebut terlihat dari semakin panasnya suhu di Samudera Pasifik.

Dedi mengatakan, jika El Nino menguat, daerah yang harus diwaspadai adalah Nusa Tenggara, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat. El Nino diperkirakan akan menguat pada Agustus hingga Oktober. “Bisa saja di bulan tersebut ada hujan, tapi tak sebanyak biasanya,” ujarnya. Tanaman yang terlalu kering, misalnya, padi nonirigasi, bisa mengalami puso.

Menurut Dedi, Kalimantan dan Sumatra pun harus mewaspadai dampak pasca-El Nino. Setelah El Nino habis, hujan akan jarang terjadi di kedua daerah tersebut. “Dampaknya adalah kebakaran hutan,” ujar dia.

BMKG mengimbau, daerah-daerah yang menghadapi musim kemarau menuju kering agar menanam tanaman yang sesuai di wilayah tadah hujan. “Jangan memaksakan menanam padi. Misalnya yang sesuai palawija, tanam palawija saja,” kata Dedi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sriwinoto mengatakan, musim kemarau selalu menjadi persoalan klasik para petani. Bencana krisis air seperti menjadi mata rantai yang tak pernah putus yang menimpa para petani nasional. Krisis air ini juga menjadi masalah yang belum pernah terpecahkan hingga sekarang.

Menurut Sriwinoto, cara pemerintah pusat dan daerah dalam memecahkan persoalan krisis air juga masih dilakukan dengan cara lama. Di antaranya adalah dropping air bersih. BPDB Klaten pun tetap memprioritaskan dropping air bersih untuk warga yang tinggal di kawasan lereng Gunung Merapi pada musim kemarau saat ini.

“Warga yang tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) sudah mulai merasakan dampak krisis air. Droping air bersih kami prioritaskan bagi warga yang tinggal di lereng Merapi. Sebab, saat ini warga sudah mulai merasakan kesulitan mendapatkan air bersih,” kata Sriwinoto di Klaten, Rabu (11/6). Kendati demikian, kata Sriwinoto, BPBD juga siap melakukan dropping air jika diminta warga dari wilayah di luar KRB.

BPBD Klaten mencatat, ada 34 desa di tujuh wilayah kecamatan yang mengalami dampak krisis air bersih. Tujuh kecamatan yang merupakan wilayah langganan kekeringan adalah Kemalang, Mansirenggo, Karangnongko, Tulung, Jatinom, Cawas, dan Bayat. “Dari tujuh kecamatan itu, Kemalang wilayah yang paling banyak terkena dampak krisis air,” katanya.

Di masa mendatang, Pemerintah Kabupaten Klaten berencana membangun tiga embung di Kecamatan Cawas. Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten Abdul Mursyid mengatakan, rencananya pembangunan embung tersebut akan dilakukan di Desa Mlese, Desa Karangasem, dan Desa Kedungampel.

“Ketiga embung itu dibangun di atas tanah kas desa setempat. Keberadaan embung bakal sangat bermanfaat bagi warga lantaran ketiga desa tersebut merupakan langganan bencana banjir saat musim penghujan,” ujar Mursyid. rep:satya festiani/edy setiyoko ed: eh ismail

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement