Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB

fokus publik- JIS, tak Putus Dirundung Masalah

Red:

Sekolah mentereng dan terkesan elite dengan bayaran jutaan rupiah itu seolah tak berhenti memunculkan masalah. Satu per satu pelanggarannya terkuak. Pascakekerasan seksual di Jakarta International School (JIS), muncullah soal sekolah taman kanak-kanak yang tidak sesuai izin operasionalnya. Izin yang masuk di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah untuk SD, tapi kenyataannya sekolah tersebut berpraktik sebagai TK dan playgroup.

Akibat pelanggaran tersebut, Kemendikbud pun melarang TK JIS beroperasi lagi. Sekolah itu tidak diperkenankan lagi menerima murid baru pada tahun ajaran baru mendatang. Siswa yang ada saat ini hanya diberi waktu untuk menyelesaikan masa studi yang tinggal beberapa pekan.

Sebetulnya, banyak pihak yang menyayangkan sanksi yang hanya tidak boleh menerima siswa di tahun ajaran baru. KPAI juga sejumlah pemerhati anak dan pengamat pendidikan berpendapat, harusnya TK JIS langsung saja dihentikan operasinya. Toh, murid-murid yang ada bisa saja dipindahkan ke sekolah lain daripada harus beradi di lingkungan pendidikan yang sedang 'tercemar' itu.

Selang beberapa waktu kemudian, pada saat kasus korban kekerasan seksual masih terus menjalani proses pemeriksaan, muncul lagi temuan pelanggaran baru. Sebanyak 20 orang pengajar di JIS yang seluruhnya adalah orang asing ternyata menyalahi izin tinggal.

Kini, bukan hanya polisi, Kemendikbud, KPAI, Komnas PA, praktisi pendidikan, dan banyak pihak lainnya yang dibuat sibuk. Urusan penyalahgunaan izin tinggal para pengajar JIS itu menjadi bidang Kementerian Hukum dan HAM, khususnya keimigrasian. Dua lembaga, kepolisian dan imigrasi, pun harus berkoordinasi lebih intens. Apalagi, orang-orang yang akan dideportasi itu belum jelas betul, apakah mereka tersangkut dengan kasus kekerasan seksual di sekolah mentereng itu atau tidak.

Banyak pihak juga bersuara dan meminta imigrasi untuk menunda deportasi guru JIS tersebut. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, langkah deportasi yang dilakukan pihak imigrasi terhadap 20 guru JIS terlalu berlebihan.

Menurutnya, guru JIS jangan dulu dideportasi sebab kasus pelecehan seksual terhadap anak di sekolah bertaraf internasional itu masih dalam pengembangan penyelidikan. Arist pun mengaku kecewa pada imigrasi. ''Imigrasi berlebihan mengambil sikap deportasi 20 orang itu. Padahal, imigrasi tahu ini masih melakukan pengembangan penyidikan bahwa diduga ada pelaku di luar cleaning service,'' ujar Arist beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, dengan pelaksanaan deportasi, merupakan bentuk membersihkan JIS dari kejahatan seksual. Dia pun menilai langkah ini sama saja dengan negara Indonesia kalah diintervensi JIS.

Deportasi terhadap 20 guru, kata Aris, seolah menunjukkan JIS ingin mengatakan kepada dunia internasional bahwa mereka tidak bersalah. Arist pun mengatakan, langkah deportasi ini merupakan bentuk pengalihan isu. Dengan tegas, Arist pun menyebut imigrasi telah diintervensi dalam kasus ini. Alasannya, pihak imigrasi sebenarnya tahu JIS dalam beperkara dan akhirnya memberi deportasi.

Setali tiga uang, Komisioner bidang Pendidikan KPAI Susanto mengatakan, jika sebanyak 20 guru JIS terburu-buru dideportasi tanpa proses hukum terhadap dugaan pemalsuan dokumen ataupun keterkaitan mereka dengan kasus kekerasan seksual pada anak, hal itu akan melukai perasaan masyarakat Indonesia.

Bahkan, jika betul ada dugaan kuat guru JIS memalsukan dokumen izin tinggal, harusnya mereka dipidanakan dahulu sesuai UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Setelah itu, baru dideportasi.

Apalagi, jika ingin mengaitkan dengan proses pengungkapan kasus kekerasan seksual di JIS yang  masih belum tuntas. Menurutnya, kalau guru JIS dideportasi, hal itu akan menghambat proses mengungkap pelaku kejahatan seksual di JIS. Karenanya, Susanto meminta semua guru perlu diperiksa untuk memastikan siapa sebenarnya pelaku lain di luar tenaga kebersihan.

Penundaan deportasi akhirnya memang dilakukan oleh imigrasi. Polda Metro Jaya yang menangani kasus ini pun menyurati Kantor Imigrasi Jakarta Selatan untuk menunda pendeportasian 20 guru Jakarta International School (JIS).

''Menyikapi adanya deportasi dari imigrasi ke guru dalam kaitan menyalahi izin, polda sudah menyurati imigrasi untuk sementara waktu dilakukan penundaan deportasi,'' kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, Jumat (6/6).

Rikwanto mengatakan, penyidik akan melihat kembali hasil penyidikan kepada para guru yang akan dideportasi tersebut. Permintaan penundaan tersebut terkait adanya laporan baru dari orang tua murid sekolah JIS berinisial OA. Dalam laporan ke Polda Metro Jaya, OA menyebut telah terjadi perbuatan cabul terhadap putranya tang dilakukan oleh oknum guru yang ada di JIS.

Dari berbagai hal yang terungkap, JIS sebagai yayasan pendidikan dinilai sudah tidak layak dalam menyelenggarakan pendidikan. Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan, terungkapnya berbagai kasus di JIS merupakan bukti ketidakberesan yayasan tersebut dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia. JIS harus diberi sanksi keras dan tegas atau bahkan dicabut penuh izinnya sebagai penyelenggara pendidikan.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, seharusnya JIS sudah bisa ditutup secara permanen. Karena, yayasan pendidikan itu telah melanggar dua pidana, yaitu tidak mampu melindungi keamanan anak dan mempekerjakan tenaga asing secara ilegal.

Ia menuturkan, pemerintah memiliki hak dan kewenangan menutup JIS melalui peraturan pemerintah mengenai pengelolaan pendidikan. Dan, terkait deportasi terhadap 20 guru JIS, menurutnya, hal itu tentu harus dilakukan. Namun, sebelumnya harus diperjelas status mereka, apakah bersih dari keterlibatan kekerasan seksual. ed: andi nur aminah

KOMENTAR

Ikuti Dulu Proses Hukum

Elvy Yusanti Widhoroso, Depok

Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang melibatkan siapa pun, warga negara asing ataupun warga negara Indonesia, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Sebelum dideportasi, mereka harus diperiksa dan mengikuti proses hukum jika terbukti bersalah. Selain sebagai konsekuensi logis pelanggaran hukum, penyelidikan juga dimungkinkan bagi aparat penegak hukum untuk mendapatkan tambahan informasi kasus kekerasan seksual di JIS, bahkan mungkin juga di sekolah lain. Kemungkinan bisa terjadi para pelaku terlibat sebuah jaringan kejahatan. Ini juga perlu menjadi perhatian aparat penegak hukum.

Periksa Dulu Sebelum Deportasi

Afifah QA, Jakarta

Mendengar pihak JIS mendeportasi pegawainya hingga 20 orang, ini menjadi hal yang aneh. Soalnya kan mereka masih belum menyelesaikan permasalahan kemarin. Takutnya dari 20 orang tersebut masih ada yang tersangkut kasus kekerasan seksual pada siswanya.

Seharusnya diselesaikan dulu semua atau diperiksa dulu orang-orang yang akan dideportasi tersebut. Bila mereka memang tidak tersangkut masalah, barulah dipulangkan ke tempat asalnya. Jangan seenaknya dideportasi, nanti kalo mereka ada sangkut pautnya dengan permasalahan sekarang gimana? Emang bisa ditarik lagi ke Indonesia? Kayak-nya tidak segampang itu. Jadi, kalau memang mereka sudah ada yang dideportasi, tolong dibawa lagi ke Indonesia supaya dilakukan tes terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke negara masing-masing.

Jangan Sampai Kecolongan

Yoga Pratama, Jakarta

Menurut saya, kita harus melihat terlebih dahulu apa alasan pihak JIS membolehkan mereka dideportasi oleh imigrasi. Apakah izin kerja mereka sudah habis atau ada permasalahan administrasi lainnya.

Sebelum mereka keluar, seharusnya dilakukan investigasi lebih lanjut. Mereka harus dilihat bagaimana rekam jejaknya. Jangan sampai kecolongan lagi. Kalau memang sudah bersih, baru boleh keluar.

JIS kan saat ini sedang jadi sorotan masyarakat. Harusnya lebih diperhatikan permasalahan seperti ini. Hal ini juga untuk menjaga kredibilitas sekolah itu sendiri. Lebih luasnya menjaga nama baik Indonesia yang dikenal dengan negara hukum di mata dunia internasional.

Tindak Lanjuti Pemeriksaannya

Nanda Nur Aulia, Gontor

Jika memang Kementerian Hukum dan HAM akan mendeportasi 20 guru JIS disebabkan mereka terbukti menyalahgunakan izin domisili, tidak masalah. Karena, itu adalah keputusan atau kebijakan dari mereka. Kita serahkan saja semuanya kepada pihak yang berwajib untuk menangani soal tersebut karena mungkin mereka lebih memahami dan menguasai permasalahan yang terjadi.

Tapi, sebelum mendeportasi 20 guru JIS tersebut, mungkin pemerintah bisa menyelidiki lebih lanjut tentang penyalahgunaan izin domisili itu. Apa yang menyebabkan mereka menyalahgunakan izin domisili? Bagaimana latar belakangnya? Apakah semua 20 guru JIS menyalahgunakan izin tersebut atau hanya sebagian dan lain sebagainya.

Tetapi, jikalau dari 20 guru JIS yang dideportasi itu dan ternyata ada yang terbukti telah terlibat dalam kekerasan seksual, perlu ditegakkan hukum dan diambil tindakan bagi pelaku kekerasan seksual tersebut sesuai dengan ketetapan dan ketentuan yang berlaku dan berkeadilan.

Jika terbukti dari suatu sisi 20 guru JIS tersebut telah menyalahgunakan izin domilisi, dari sisi lain mereka juga telah terlibat dalam kekerasan seksual. Maka dari itu, mereka juga perlu diberikan ketetapan-ketetapan dari pihak yang berwajib. Jadi, sebelum dideportasi karena menyalahgunakan izin domisili, mereka harus ditindaklanjuti oleh pihak yang berwajib sebagai pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka perbuat.

Batalkan Dulu Deportasinya

Agam Bahari, Bandung

Saya kurang setuju dengan deportasi tersebut mengingat proses penyelidikan belum jelas. Dalam kasus ini, polisi baru meminta empat guru JIS yang deportasinya ditunda. Kalau menurut saya, lebih baik semua guru JIS deportasinya dibatalkan.

Menurut hemat saya, lebih baik para guru asing ini ditahan dulu sampai penyelidikan selesai. Kalaupun terlibat pemalsuan dokumen, mereka harus diberi hukuman mengenai undang-undang keimigrasian.

Jadi, memang lebih baik dicekal terlebih dahulu sampai masalahnya selesai. Takutnya mereka terlibat kekerasan seksual semua, maka hukum harus ditegakan. Kasus JIS ini, menurut saya, penanganannya di kepolisian berjalan lamban. Padahal, sudah banyak korban dan sudah mengaku sebagai korban, tapi polisi sampai saat ini tidak bisa mengembangkan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Seakan-akan membedakan sekolah internasional dan nasional terkait sekolah mahal.

Harusnya Clear-kan Dulu Kasusnya

Cep Deni, Jakarta

Polisi dan imigrasi tidak melakukan koordinasi dengan baik. Buktinya, belum tuntas kasus ini diperiksa, pihak imigrasi malah akan mendeportasi guru JIS itu. Pemerintah harusnya jeli terhadap kasus utamanya dulu sebelum melaksanakan upaya pendeportasian. Karena, kasus utamanya ini belum sepenuhnya terang.

Bagaimana jika di antara guru yang dideportasi itu ada yang tersangkut masalah kekerasan seksual.

Justru itulah, jika guru-guru yang diduga terkait dengan kasus tersebut, pemerintah harus clear-kan dulu, apakah guru-guru JIS tersebut ikut terlibat atau tidak. Jika terlibat, ya proses secara hukum. Kalau misalkan dia terlibat sementara mereka sudah dideportasi, itu akan capek dua kali. Mending di clear-kan dulu kasusnya. Upaya pencekalan itu kan tergantung penegak hukum yang bisa melihat adanya dugaan keterlibatan atau tidak. Imigrasi melakukan pencekalan pasti ada kriterianya sebelum diberlakukan. 

Harus Cepat Ditindak

Giyat Yunianto, Bekasi Timur, Jawa Barat

Indonesia merupakan negara hukum, siapa pun orangnya dan dari negara manapun ia berasal, wajib mematuhi hukum yang berada di Indonesia jika ia tinggal atau berkunjung ke negara Indonesia tanpa terkecuali. Kasus JIS merupakan momentum bagi Kementerian Hukum dan HAM untuk menegakkan wibawa hukum dengan cara mendeportasi 20 guru JIS karena terbukti menyalahi izin domisili.

Tentu saja, pihak Kemenkumham harus bekerja sama dengan Kepolisian RI jika di antara yang dideportasi ternyata ada yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual.

Hal tersebut sangat penting untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di mata hukum. Dengan demikian, akan timbul efek jera dan insya Allah tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement