Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB

Irigasi Sawah Mulai Terganggu

Red:

SUKABUMI -- Irigasi persawahan di dua kecamatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mulai terganggu akibat tak diguyur hujan beberapa pekan terakhir. Area pertanian di wilayah selatan Sukabumi itu pun terancam kekeringan.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan (DPTP) Kabupaten Sukabumi Sudrajat mengatakan, ada dua kecamatan yang terancam kekeringan, yakni Kecamatan Surade dan Cibitung. Jika dua minggu lagi tidak turun hujan, katanya, area pertanian di sana akan mengalami kekeringan.

Sedangkan, di kecamatan lainnya ada yang sudah panen, seperti di Kecamatan Tegalbuleud, sehingga tanaman padi di sana dapat diselamatkan.

Menurut Sudrajat, sebagian besar lahan pertanian di selatan merupakan sawah tadah hujan. Akibatnya, ketika tidak turun hujan, area petanian akan mengalami kekeringan.

Kondisi sebaliknya terjadi di utara Sukabumi. Sarana pengairan di daerah itu masih lebih baik dibandingkan dengan di selatan Sukabumi. "Untuk utara belum ada laporan yang terancam kekeringan," kata Sudrajat kepada Republika, Kamis (12/6).

Selain padi, jenis tanaman yang terancam kekeringan adalah kedelai. Hal ini karena kedelai ditanam di lahan kering yang sulit mendapatkan pasokan air.

Seorang petani di Kecamaan Surade yang juga pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Sahlan, membenarkan adanya area pertanian yang terancam kekeringan. "Sudah satu bulan terakhir tidak turun hujan," kata Sahlan.

Kondisi ini menyebabkan sejumlah area pertanian di Surade terancam gagal panen alias puso. Bahkan, sebagian petani lainnya sudah beralih menanam palawija.

Sahlan mengungkapkan, para petani awalnya semangat menanam padi karena selepas panen musim pertama curah hujan masih cukup tinggi. Namun, saat ini di selatan Sukabumi sudah tidak diguyur hujan. Dampaknya, area pertanian terancam gagal panen.

Untuk menghadapi kekeringan, kata Sudrajat, DPTP akan mengoptimalkan Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai. Selain itu, memaksimalan pompa air di setiap kelompok tani.

Namun, pompa ini hanya bisa digunakan di daerah yang terdapat sumber air. Bila sumber air mengering, pompa air tidak bisa digunakan maksimal. Sedangkan, untuk bantuan bibit padi bagi petani yang mengalami dampak kekeringan belum direncanakan pemerintah.

Sejumlah desa di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, sudah kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman hanya akan mengandalkan sumur bor yang dibangun di tiga titik di wilayah Prambanan.

Kepala BPBD Sleman Julisetiono Dwi Wasito mengungkapkan, pihaknya memasang jaringan listrik di Dusun Jasem dan Grogol tahun ini. Pemasangan jaringan listrik ini agar warga bisa menggunakan pompa air untuk mengambil air dari sumur bor. Jaringan listrik tahun lalu juga sudah dipasang di Dusun Bleber, Desa Sumberejo, Prambanan. "Kami akan optimalisasi sumur bor yang sudah dibuat di tiga sumber itu," ujarnya.

Kekeringan di wilayah Prambanan, kata Juli, mencakup empat desa, yakni Wukirharjo, Gayamharjo, dan sebagian wilayah Desa Boko dan Sumberejo. Kekeringan di Wukirharjo dan Gayamharjo disebabkan topografi wilayah yang berupa perbukitan. "Kekeringan di daerah Prambanan, terutama disebabkan kondisi alam dan sumber air kurang," ujar Juli.

Pengiriman air dinilai akan menjadi alternatif terakhir untuk mengatasi kekeringan di wilayah Prambanan. Penanggulangan kekeringan akan berprinsip pemberdayaan dan kearifan masyarakat. Dengan prinsip ini, masyarakat diminta mengelola air di wilayah setempat dengan bijak.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, kekeringan pada musim kemarau tidak bisa dihadapi secara instan. Pemerintah bisa saja menyuplai air ke daerah yang mengalami kekeringan parah. Namun dalam jangka panjang, Djoko meminta masyarakat menjaga lingkungan. "Kita harus menjaga ketahanan air," katanya.

Pakar hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono mengatakan, dalam menghadapi perubahan iklim dan El Nino, sudah harus dimulai memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Saya sudah menghitung kalau setiap atap rumah bisa menampung air hujan, pasti masalah kekurangan air teratasi," kata Agus, di Jakarta, kemarin.

Bahkan, untuk wilayah Jakarta yang 75 persen merupakan atap karena padatnya permukiman, mampu menampung 600 juta meter kubik air hujan. "Di sini kita perlu memikirkan bagaimana kota mengelola air supaya tidak langsung ke laut. Di sejumlah negara sudah memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan mereka," katanya.rep:riga nurul iman/nur aini/antara/c76 ed: nur hasan murtiaji

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement