Jumat 20 Jun 2014 12:00 WIB

Wali Kota tak Boleh Fasilitasi Prostitusi

Red:

SURABAYA -- Kepala daerah di tingkat kabupaten/kota seharusnya tidak boleh memberikan fasilitas bagi kegiatan prostitusi. Imam Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub mengatakan, kendati tidak ada undang-undang yang melarang orang untuk menjadi pelacur/pekerja seks komersial (PSK), memfasilitasi praktik prostitusi adalah perbuatan melanggar hukum.

"Karena itu, saya menyampaikan apresiasi terhadap kebijakan Wali Kota Surabaya menutup lokalisasi Dolly dan Jarak," kata Ali, Kamis (19/6).

 

 

 

 

 

 

 

 

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini secara formal telah mendeklarasikan penutupan lokalisasi prostitusi Dolly dan Jarak pada Rabu (18/6) malam. Deklarasi penutupan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut dihadiri Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri dan ratusan warga asli Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya (tempat lokalisasi Dolly dan Jarak).

Ali melanjutkan, selain melanggar hukum negara, ada ancaman neraka bagi setiap orang yang memfasilitasi prostitusi. Adapun bagi pemimpin yang membiarkan praktik prostitusi sama saja membiarkan kemungkaran yang sangat nyata terjadi di masyarakat. "Makanya, saya berdoa semoga Bu Risma mendapat pahala karena tidak memberikan tempat untuk kemungkaran," ujar Ali.

Terhadap para PSK, mucikari, dan pemilik wisma Dolly-Jarak, Ali mengimbau agar mereka mengisi spiritualitas mereka dengan mengikuti pengajian dan kegiatan-kegiatan rohaniah lainnya. Menurut Ali, para PSK, mucikari, dan pemilik wisma masih memiliki waktu untuk kembali ke jalan yang benar dan menata hidup mereka. "Lebih baik jadi mantan pelacur daripada mantan ustazah. Lebih baik jadi PSK yang bertobat daripada jadi ustazah, tapi kemudian jadi pelacur," ujar Ali.

Dosen agama Politeknik Negeri Jakarta Maryono Sutari berharap, penutupan lokalisasi Dolly-Jarak bisa menjadi motivasi bagi daerah lainnya di Indonesia agar tidak memberikan ruang terhadap praktik prostitusi.

"Zina itu merusak, negara bisa hancur karena perzinaan. Daerah lain seharusnya mengikuti langkah Surabaya dan Jakarta yang sudah lebih dulu menutup lokalisasi prostitusi," kata Maryono.

Kendati demikian, dia melanjutkan, pemerintah juga perlu mengawal program-program pemberdayaan ekonomi terhadap warga yang sebelumnya hidup bergantung pada kegiatan prostitusi. Tanpa perhatian yang cukup terhadap masalah pemberdayaan ekonomi, Maryono khawatir para PSK dan mucikari akan kembali ke lembah nista perzinaan di tempat lainnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, penutupan Dolly adalah langkah baik dalam kerangka perlindungan anak. "Karena, paparan lingkungan yang tidak sehat tersebut berdampak pada munculnya pelanggaran hak-hak anak," katanya.

Menurut Asrorun, legalisasi tempat prostitusi semacam Dolly sejatinya merupakan lonceng kematian generasi yang akan merusak generasi bangsa ke depan. Selama ini, legalitas kampung Dolly juga telah menyebabkan terlanggarnya hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar. Termasuk untuk tumbuh kembang secara fisik dan dalam kehidupan sosialnya.

Kepala Bidang Advokasi dan Fasilitasi Pemenuhan Hak Sipil Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Elita Gafar meminta masyarakat agar aktif mengawasi eksploitasi seksual anak. "Terutama di tempat yang memiliki wisata," katanya.

Menurut Elita, keaktifan masyarakat dengan mengawasi hotel-hotel di tempat wisata yang memperkenankan tamunya membawa anak-anak, bisa mencegah kekerasan seksual terhadap anak. "Seperti check-in atau masuk bersama wanita di bawah umur, itu patut dicurigai," ujar Elita. 

rep:wahyu syahputra/c73/c92 ed: eh ismail

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement