Seluruh jamaah haji Indonesia telah tiba di Tanah Suci. Tahun ini, sebanyak 154.467 jamaah reguler dan 13.600 jamaah haji khusus akan menunaikan rukun Islam yang kelima. Tentu saja, setiap tamu Allah SWT ingin meraih gelar haji mabrur.
Secara umum, proses penyelenggaraan ibadah haji tahun ini terbilang lancar meski tentu saja ada sejumlah catatan yang mewarnai pelaksanaan haji tahun ini. Penempatan 17 ribu lebih jamaah haji gelombang pertama di luar Markaziah saat melaksanakan Arbain di Madinah tentu sangat mengecewakan.
Para jamaah yang kurang beruntung itu harus tinggal di pemondokan yang kurang layak dan jaraknya jauh dari Masjid Nabawi. Padahal, Kementerian Agama (Kemenag) telah menjanjikan seluruh jamaah akan tinggal di wilayah Markaziah selama di Madinah.
Meski jamaah mendapat sarana transportasi dari pemondokan ke Masjid Nabawi, kejadian seperti itu tak boleh terulang lagi. Jamaah telah membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji sehingga mereka harus mendapatkan pelayanan prima.
Kemenag pun harus memastikan jamaah haji gelombang kedua yang akan memasuki Madinah setelah puncak haji menempati pemondokan di wilayah Markaziah. Jangan sampai jamaah haji Indonesia kembali menempati pemondokan yang tak layak huni lagi.
Janji untuk menindak atau memberi sanksi terhadap majmuah yang melanggar kesepakatan harus benar-benar diwujudkan. Jangan sebatas gertakan belaka. Tahun depan, majmuah yang wanprestasi tak boleh dilibatkan lagi.
Selain itu, masih adanya penyedia katering yang menyajikan makanan basi untuk jamaah juga harus menjadi catatan bagi Kemenag. Keamanan dan kesehatan jamaah adalah hal yang sangat utama. Sudah selayaknya perusahaan katering yang nakal didaftarhitamkan agar tak terlibat lagi pada penyelenggaraan haji tahun depan.
Kita memahami bahwa jamaah haji Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Tak mudah memang menangani ratusan ribu orang dari beragam latar belakang pendidikan dan budaya. Namun, pelayanan prima harus benar-benar didedikasikan untuk para jamaah. Para petugas haji Indonesia pun telah bekerja keras untuk melayani para tamu Allah SWT dan tentu harus kita apresiasi.
Keberhasilan pelaksanaan haji tahun ini akan ditentukan pada saat puncak haji, yakni pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Tahun ini, pelaksanaan haji akan terasa lebih istimewa. Pasalnya, wukuf di Arafah akan jatuh pada Jumat 3 Oktober 2014 yang bertepatan dengan 9 Dzulhijah. Orang-orang biasa menyebut wukuf yang jatuh pada Jumat sebagai haji akbar.
Layanan katering selama di Armina harus benar-benar mendapat perhatian serius. Jangan sampai jamaah kekurangan air minum dan terlambat mendapatkan jatah makanan. Sebab, pelaksanaan puncak haji membutuhkan stamina yang prima. Selain itu, fasilitas toilet di setiap maktab selama di Armina juga harus diperhatikan agar jamaah bisa beribadah dengan tenang.
Pelayanan kesehatan di Armina pun harus benar-benar prima. Saya mengapresiasi keputusan 150 dokter yang bertugas pada tahun ini yang memilih tak berhaji demi melayani jamaah yang sakit saat wukuf di Arafah.
Saya yakin, banyak petugas lainnya yang juga rela tak berhaji demi melayani tamu Allah SWT. Mereka rela melepaskan kesempatan demi kelancaran pelaksanaan puncak haji. Semoga Allah membalasnya dengan pahala haji.
Tahun ini, jamaah lanjut usia (lansia) serta berisiko tinggi (risti) juga terbilang banyak jumlahnya. Mereka adalah jamaah yang harus mendapat perhatian penuh, baik dari sesama jamaah maupun petugas haji sehingga mereka dapat beribadah dengan khusyuk.
Semoga pelaksanaan puncak haji tahun ini bisa berjalan lancar. Dan seluruh jamaah agar tak lupa mendoakan bangsa dan negara Indonesia agar senantiasa damai, makmur, dan sejahtera. Semoga menjadi haji mabrur. rep: heri ruslan