Kamis 07 Jan 2016 14:00 WIB

Pengusaha Mesti Petakan Kekuatan

Red:

JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) meminta para pelaku usaha dan jasa Indonesia memetakan kekuatan negara-negara lain untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal tersebut agar mereka bisa mencari celah untuk memiliki daya saing. 

"Indonesia sebenarnya telah lebih dulu masuk dalam kerja sama seperti ini (MEA) sejak 1977, juga saat AFTA 2010. Jadi, itu bisa jadi pengalaman dan yang jelas harus menguasai peta kekuatan sendiri dan negara lain pada ajang MEA," kata Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri Ina Hagniningtyas Krisnamurti di Bandung, Rabu (6/1).

Menurut dia, Indonesia dan negara ASEAN lainnya telah memasuki ajang MEA. Langkah yang harus dilakukan, kata dia, sektor terkait segera melakukan langkah strategis dan membenahi posisi agar bisa menjaga daya saing. Ia menegaskan perlunya kesadaran berbagai elemen untuk bisa mengikuti perkembangan yang terjadi pada ajang MEA. "Dampaknya jelas akan sangat signifikan, terasa atau tidak terasa. Dan saya pastikan dampak itu tidak hanya bagi pelaku usaha, tapi sektor lainnya," kata Ina.

Ia membantah bila MEA akan menyulitkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. Menurut dia, UMKM bisa mengambil peluang di ajang MEA dengan menambah jejaring pasar serta meningkatkan kualitas dan standardisasi produk sehingga lebih berdaya saing. "Tidak perlu lagi mempersoalkan siap tidak siap, tapi strategi apa yang harus dilakukan ke depan," katanya.

Di sisi lain, edukasi tentang MEA, menurut dia, perlu menjadi perhatian dunia pendidikan, dalam hal ini perguruan tinggi agar ada satu sudut pandang yang tepat dan benar dalam memandang MEA. Salah satunya, kata Ina, peningkatan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar bisa bersaing. Sektor itu, menurut dia, sangat penting dan menentukan.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa penerapan MEA bukan lagi soal siap atau tak siap. "Sudah tidak bisa kita tolak lagi, kita tidak bisa ngomong 'saya nggak mau'. Kalau pola lama masih kita teruskan, jangan kaget kalau orang-orang luar yang akan masuk," katanya. Menurut dia, 11 negara yang ada di ASEAN bisa saja dengan mudah masuk ke Indonesia dan menguasai produk hingga proyek di Tanah Air jika Indonesia tidak mengubah tradisi, pola, dan cara kerja lama.

Ia menyatakan telah mengembangkan pola baru serapan anggaran di kementerian/lembaga agar Indonesia bisa lebih berdaya saing untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ia meminta lelang proyek yang didanai APBN agar dilakukan lebih dini. "Ini tradisi baru, kalau dulu hampir 11 tahun biasanya pekerjaan baru mulai Mei atau Juni. Sekarang maju ke awal Januari," ujarnya.

Selama ini, lelang pekerjaan kontraktual baru dilakukan pada awal tahun anggaran berjalan yang prosesnya membutuhkan waktu hingga empat bulan. Sehingga, tanda tangan kontrak dan pekerjaan di lapangan baru dimulai mendekati tengah tahun.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga menyatakan bahwa regulasi bidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah memadai guna menghadapi MEA. "Tidak perlu regulasi khusus, regulasi kita memadai saat ini," katanya, kemarin.

Ia mengatakan, Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis guna menghadapi MEA. Di antaranya, dengan menggelar sertifikasi nasional bagi sumber daya manusia di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sertifikasi tersebut akan meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia.

Pada Desember 2015 lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika menyerahkan sertifikat lisensi kepada lima lembaga sertifikasi profesi bidang komunikasi dan informatika serta satu panitia tempat uji kompetensi. Selain itu, pemerintah juga akan terus mendorong sektor industri TIK seperti e-commerce dalam negeri, industri permainan (game), dan industri berbasis TIK lainnya. n antara/halimatus sa'diyah ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement