JAKARTA -- Aliran barang dan jasa yang masuk Indonesia belum mengalami lonjakan menyusul berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara ini mulai berlangsung pada akhir 2015 lalu.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Djarwo Surjanto mengatakan, meski sudah berlangsung sekitar sepekan, belum ada lonjakan berarti terkait impor barang di pelabuhan yang dikelola Pelindo III.
''Kendati begitu, sejak lama kami telah mempersiapkan diri menyambut MEA. Salah satunya, dengan membangun membangun sejumlah fasilitas,'' kata Djarwo, Kamis (7/1). Menurut dia, barang dari Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong selama ini banyak lewat pelabuhan.
Disinggung perkiraan akan melonjaknya impor barang, ia mengaku, belum dapat memprediksi. Begitupun, dengan kendala yang dihadapi. Djarwo menyatakan, untuk saat ini, ia belum melihat adanya kendala yang berarti dalam menghadapi MEA.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agung Pambudi juga mengatakan, belum terjadi lonjakan aliran barang maupun jasa pascapenetapan MEA. Sebetulnya, jelas dia, aliran barang di negara-negara ASEAN sudah dimulai 10 tahun.
Bahkan, menurut dia, 98 persen barang-barang tersebut telah bebas tarif. "Begitu pula, dengan investasi dan jasa, dalam jangka pendek ini masih belum ada lonjakan," ujar Agung. Serbuan tenaga kerja juga diprediksi belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Menurut dia, di antara negara-negara ASEAN sudah ada kesepakatan Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk menyamakan kualifikasi tenaga kerja di delapan bidang, seperti dokter, perawat, akuntan, dan tenaga pariwisata.
Namun, kualifikasi ini tidak bisa dijadikan sebagai pengakuan untuk masuk ke suatu negara. Agung memprediksi serbuan tenaga kerja akan terjadi dalam jangka waktu antara dua sampai tiga tahun ke depan. Indonesia berpeluang menguasai industri kayu dan turunannya.
Misalnya, ujar Agung, mebel serta kerajinan. "Indonesia leading di industri kayu dan kita punya peluang di situ," kata Agung. Untuk menangkap peluang tersebut, pemerintah harus menciptakan tenaga kerja dengan keahlian yang tinggi melalui revitalisasi Balai Latihan Kerja.
Pengelolaannya, menurut Agung, juga mesti melibatkan kerja sama dengan swasta. Dengan demikian, tenaga kerja yang ada berkualitas dan dapat memenuhi klasifikasi industri. n ed: ferry kisihandi