Sabtu 17 Sep 2016 21:42 WIB

Lanjut Reklamasi, Luhut Disomasi

Red: Arifin

Sikap melawan hukum pemerintah pusat dikhawatirkan diikuti daerah.

 

JAKARTA -- Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan somasi terbuka kepada Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat (16/9). Somasi itu terkait pernyataan Luhut terkait kelanjutan reklamasi Pulau G yang dinilai melanggar keputusan PTUN Jakarta soal pembatalan SK gubernur DKI terkait reklamasi pada 31 Mei lalu.

Pernyataan somasi disampaikan perwakilan nelayan tradisional, mahasiswa, dan pegiat lingkungan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta. Pengacara publik YLBHI, Wahyu Nandang Herawan, mengatakan, dasar penyampaian somasi adalah putusan PTUN Nomor 193/G/LH/2015/PTUN- JKT. "Sesuai putusan, keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa tidak berlaku lagi," ujar Nandang, kemarin.

Berdasarkan putusan PTUN Jakarta, lanjut dia, pernyataan Luhut soal rencana kelanjutan reklamasi Pulau G sudah menyalahi aturan hukum. Pernyataan Luhut dianggap melanggar pasal 7 huruf K UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya terkait asas kecermatan dan kepastian hukum. 

"Karena alasan itu, kami menuntut Menko Maritim mencabut pernyataan melaksanakan reklamasi Pulau G dan pantai utara Jakarta hingga hingga ada keputusan pengadilan yang tetap," tegas Nandang. Mereka memberikan batasan waktu selama tiga hari kepada Luhut untuk mencabut pernyataan tentang kelanjutan reklamasi.

Jika permintaan tersebut tidak diindahkan, pihaknya akan meminta langsung kepada Presiden Joko Widodo untuk menegur Luhut. Koalisi juga berencana mendatangi Mahkamah Agung (MA) untuk mendesak Luhut menghormati putusan PTUN. 

Pertimbangan somasi juga menyangkut kajian reklamasi yang menurut Koalisi Masyarakat Sipil tidak pernah disampaikan secara terbuka kepada publik. Padahal, Luhut sebelumnya menyatakan bahwa wacana melanjutkan reklamasi Pulau G telah melalui serangkaian kajian yang melibatkan berbagai pihak. 

Koalisi mempertanyakan korelasi antara kajian reklamasi pada masa menko kemaritiman pendahulu Luhut, Rizal Ramli, yang memutuskan pemberhentian proyek pulau buatan di Teluk Jakarta itu. "Mengapa seolah bertentangan dan ditutupi? Kami pun sudah melayangkan permintaan paparan kajian tetapi belum mendapat jawaban hingga kini," ujar Nandang. 

Pihak LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga menyatakan, keputusan Luhut melanjutkan proyek reklamasi menunjukkan pemerintah pusat justru tidak menaati hukum dan perundang-undangan. "Karena di berbagai kesem patan Presiden Joko Widodo berko mitmen untuk menegak kan hukum, namun justru pemerintah sendiri yang bukan hanya tidak mentaati hukum," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati.

Menurut dia, Luhut sedang memperlihatkan dan mempraktikkan model pembangunan yang dilaku kan serampangan dengan melabrak konstitusi.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat dikhawatirkan akan menjadi contoh bagi peme rintah daerah yang saat ini juga gencar mengkavling-kavling pesisir dan laut di berbagai daerah. 

Sebelumnya, Menko Kemaritiman mengatakan putusan PTUN Jakarta tak jadi soal terkait keputusannya melanjutkan reklamasi. "Enggakmasalah.

Pemerintah masih banding, jadi (reklamasi) masih bisa kita lanjutkan," ujar Luhut.    rep: Dian Erika Nugraheny, Lintar Satria, ed: Fitriyan Zamzami

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement