BAB 2
AWAL PERJUANGAN
Mobil sewaan yang ditumpangi Fatin dan kawan - kawan telah memasuki kawasan Ibukota. Kecuali Hendar dan sopir, lainnya belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Ibukota Republik Indonesia.
Begitu melihat suasana kota metropolitan di pagi hari itu, seketika anak-anak mendadak heboh.
Segalanya dikomentari! "Woooow! Itu namanya KRL, iya kan Hen?" teriak Dijah. "Gerbongnya bagus, ya," komentar Nurul.
"Kapan-kapan kita naik KRL ke Bogor, yuuuk!" ajak Hendar. "Hayuuuu!" sahut anak-anak perempuan.
"Lihat, itu dia Monas!" teriak Nurul.
"Emas asli, ya?" tanya Dijah. "Kata siapa asli? Kata siapa itu emas?" ledek Hendar.
"Jiiiiiah! Emang itu apaan?" Nurul menggedik bahu Hendar yang duduk di sebelahnya. "Pisang dari kebon bapakmu!" goda Hendar.
"Woaaaaa!" teriak anak-anak gemas.
"Mau somse nih si Hendar!" Nurul kembali menggedik bahu Hendar.
"Mentang-mentang sering ke Jakarta!" Dijah mencubit pinggang Hendar.
"Yeeeeh, geli, geliiiii ! Tahuuuu!" Hendar terkekeh kegelian.
Melihat kedua teman perempuan mendadak terlalu dekat, bahkan mulai kerap meraba dan menyentuh Hendar, Fatin tak tahan memperingatkan.
"Bukan mahram tuh, weeeeei!" seru Fatin, jengah. "Jangan dekat-dekat dan main raba begitu. Haram!"
"Kalau Fatin yang mengusap pipi Hendar, pasti gak haram!" cetus Dijah.
"Kayak begini nih, bagaimana?" sindir Nurul, tangannya sengaja mengusap pipi remaja putra yang lumayan ganteng itu. "Aduuh, jangan begitu dong!" Hendar mencoba ngeles, percuma saja.
Nurul dan Dijah bukannya menjauh, malah sengaja semakin merapat dengan remaja putra anak juragan sapi itu. "Eheeeem!" Heri dari depan akhirya tergerak juga untuk berdehem-dehem.
"Jiiiiiaaah, Bapak, orang gak ngapa-apain kok," kilah Nurul. "Iya nih, cuma bercanda saja," tambah Dijah.
"Heboh sekali kalian di belakang," kata Heri.
"Tahu nih, Pak, centil-centil dua murid Bapak ini," keluh Hendar berlagak tersipu malu. Dijah dan Nurul karuan mencibir sambil berlagak hendak mencubiti Hendar lagi.
Fatin melengos, melarikan pandangannya ke gedung - gedung pencakar langit.
Ia tak habis pikir, bagaimana gadis jilbaber seperti Nurul dan Dijah masih saja suka iseng bertingkah begitu? (Bersambung)