"Hmmm, bissmilahi…. lahaola wala quwwatta," gumamnya membatin.
Karena tak ada yang memulai bergerak, Fatin melayangkan pandangan ke sekitarnya. Ia mencoba mencari pintu masuk di basemen. Di pojok sebelah kanan tampaklah pintu masuk, bangunan berkaca dan dijaga seorang sekuriti.
"Nah, kita masuk ke sana," ajaknya penuh semangat. "Begitu, ya Fatin?" Suara Heri mengambang seperti bimbang.
"Sepertinya begitu. Hmm, sudah menghubungi orang Hotel Tiara kan, Pak?" tanyanya pula kepada Wali Kelas yang segera berjalan menjejerinya.
Heri, lelaki 30-an yang masih melajang itu, mengacungkan secarik kartu nama di tangan kanannya. Ia seorang lelaki rikuh, seperti merasa ada yang salah dengan dirinya. Meskipun demikian, ia manager sebuah PJTKI terkenal di Cianjur.
"Tenang, ini sudah kupegang sejak tadi. Direktur Hotel Tiara, namanya Bapak Rimbong…." Ia mengeja kartu nama bagus di tangannya.
Ketika berhadapan dengan sekuriti mereka dimintai identitas diri.
"Salah satu saja," pinta sekuriti.
Beberapa saat Heri mencari KTP di dompetnya.
"Aduh, sepertinya KTP saya ketinggalan di kosan," ujarnya tergagap-gagap.
"Ini saja KTP saya," kata Fatin, menyerahkan KTP miliknya kepada sekuriti.
"Baik, KTP ini saya tahan, ya di sini. Silakan langsung ke lantai satu," kata sekuriti menyilakan mereka menuju lift.
Fatin yang selalu perhatian dengan sekitarnya segera bisa melihat situasi di lift.
"Ternyata berlantai 40," gumamnya berdecak kagum.
"Wooow!" seru anak-anak tak urung terkagum-kagum. Termasuk Hendar yang mengaku baru beberapa kali menginap di hotel kelas melati di kawasan Senen.
"Benar nih kantornya ada di lantai satu?" Nurul menatap bimbang ke arah Heri.
"Betul, ini baca saja," sahut Heri, menyerahkan kartu nama kepada Nurul.
"Rimbong Direktur Hotel, apa artinya dia pemiliknya, ya?" cetus Nurul.
"Mana aku tahu!" Dijah mengangkat bahu.
"Direktur kan belum tentu pemilik hotelnya," tukas Hendar.
"Ada kemunginan dia merangkap pemiliknya," timpal Fatin."Hotel Tiara ini bagian bisnis grup perusahaan Nasional yang sudah terkenal…."
"Sok tahuuuuu!" cibir Nurul dan Dijah kompak.
"Pasti tahu dari buku," sindir Hendar.
"Bukan, aku browsing di internet," sahut Fatin kalem, memasuki lift lebih dahulu.
"Hmm, kamu hobinya bersarang di Perpus Desa yang ada Wifinya," komentar Heri.
"Halaaah, baru tahu ngenet saja bangga," ejek Dijah tak digubris oleh Fatin.
"Sudah. Ayo, semua masuk!" ajak Heri. (Bersambung)