BAB 3
DARI MEJA RESEPSIONIS
Hotel Tiara satu siang yang sibuk.
Saat ini belum masuk perkuliahan. Jadi Fatin masih bisa bekerja penuh selama masa percobaan pada siang hari. Ia ditempatkan di bagian Resepsionis bersama tiga karyawan tetap lainnya.
Mereka sibuk menyambut kedatangan peserta seminar nasional bertema Islami. Tentu saja peserta perempuan kebanyakan mengenakan busana Muslimah. Perihal seminar nasional ini sempat disinggung tempo hari ketika Rimbong menempatkan Fatin di bagian Resepsionis.
"Keberadaanmu sangat pas dan dibutuhkan sekali untuk melayani mereka," kata Rimbong saat jumpa pertama kali dengan Fatin di ruang kerjanya itu.
"Apa yang harus saya lakukan, Pak?"
"Kamu bisa bahasa asing apa saja?"
"Hanya bahasa Inggris, Pak." "Aktif, ya?"
"Insya Allah, Pak…."
Beberapa jenak Rimbong mengajaknya berbincang dalam bahasa Inggris. Fatin menyambutnya dengan fasih. Rimbong cukup puas dengan hasil tesnya ini.
Sejak itulah Fatin jadi sering diminta menghadap. Ia diminta menemaninya menerima relasi penting. Hal ini tentu saja telah membuat kegemparan di kalangan managmen Hotel Tiara.
Satu hal yang menyelamatkan Fatin adalah ketiadaan sekretaris pribadi yang mendampingi Direktur. Alhasil, ia tak punya lawan langsung yang mengancam keberadaannya.
Perselisihan malah timbul dari teman sekampungnya. Dijah, Nurul terbilang sengit jika sudah melecehkannya. Sedangkan tiga karyawan di Resepsionis masih sekadar sindir-menyindir belaka.
Dari gosip yang beredar di kalangan karyawan, Direktur tidak mengambil lagi sekretaris sejak terlibat hubungan asmara dengan mantan sekretarisnya yang terakhir. Hubungan mereka tidak berlangsung lama. Norma berhasil membujuk Helena dengan sejumlah dana yang dikucurkan ke tabungannya.
Sejak itulah Rimbong tak pernah bisa menemukan bayangan Helena lagi di manapun. Sosok cantik itu telah raib entah kemana!
"Kamu gadis yang santun, cantik dan pintar. Pengetahuanmu luas," kata seorang relasi penting, tanpa tedeng aling-aling memuji Fatin di hadapan Rimbong.
"Kalau ada yang begini lagi, berikan kepadaku, ya, Rim," ujar seorang Komisaris perusahaan Nasional.
"Masih anak-anaklah, Brur," tukas Rimbong tertawa, mengedipkan sebelah matanya ke arah Fatin yang tak berani bersuara.
(Bersambung)