"Tidak bisa, tidak bisa! Takkan pernah kuberikan kepada siapapun…."
"Aku ayah kandungnya!" "Ya, dan aku ibu kandung yang telah melahirkannya!" Rimbong terus memaksanya agar menyerahkan hak asuh Ridho kepadanya. Fatin bersikukuh mempertahankan si kecil. Seperti yang terjadi untuk ke sekian kalinya pada hari itu.
"Mana anakku?" tanya Rimbong yang baru datang dari Jakarta setelah berbulan-bulan menghilang tanpa kabar berita. "Sedang dibawa main Mbak.." "Aku sudah bilang, jangan biarkan siapapun membawa main anakku!"
"Maaf, tadi dia bosan di dalam…."
"Kamu ini tuli, keras kepala atau memang dungu? Hah!" Demikian hinaan, caci maki, pelecehan secara psikhis semakin sering diterima Fatin dari lelaki itu. Rimbong pun memperlihatkan gejala hendak memperlakukannya dengan tindak kekerasan. "Apakah kamu ingin…."
Nah, lelaki itu seperti hendak melayangkan tangan kekarnya. Wajahnya memerah bak kepiting rebus.
Fatin tak tahan lagi menjerit ketakutan!
"Bang Sam! Mbak Miiin, toloong!" lolongnya menggema ke pelosok bungalow di atas lahan 1000 meter persegi itu.
Samawa berlari secepat kilat menuju arah suara majikannya di balkon lantai atas. Istrinya yang sedang bermain dengan Ridho kecil hendak mengikutinya.
"Jangan ikut! Bawa pergi dia jauh-jauh dari sini!" perintah Samawa, mendorong istrinya agar segera ke luar.
Bukan pertama kalinya pasangan suami-istri ini menyaksikan Fatin dihina, dicemooh dan dimaki-maki oleh Rimbong. Sejauh itu mereka tak bisa berbuat apapun.
"Kalau terjadi apa-apa terhadapku, tolong, jauhkan anakku dari rumah ini!" demikian Fatin pernah berpesan kepada suamiistri itu.
"Tapi Pak Rimbong kan ayahnya, Mbak Fatin," kilah istri Samawa, bimbang.
"Mohon tidak banyak bertanya. Pokoknya, bantu aku untuk menyelamatkan anakku, ya, Mbak Min," pinta Fatin memelas. Demi mengingat pesan majikannya, Mini pun segera menggendong si kecil dan berlari keluar rumah.
Sementara Samawa melesat menuju lantai atas. Tampaklah sosok tinggi besar itu sedang memaksa istrinya agar mengatakan keberadaan si kecil.
"Di mana anakku, hah?" Fatin tidak menyahut. Meskipun ancaman kekerasan itu sudah semakin nyata. "Berikan anakku kepadaku, Fatin!" jerit Rimbong bagaikan singa kelaparan.
Samawa asli Bima Mbojo, berperawakan tinggi besar. Ia pandai bela diri, silat khas Bima, kampung kelahirannya. Begitu Rimbong tampak seperti akan menganiaya Fatin, ia sigap sekali menghalanginya.