Satu hari dalam perjalanan pulang dari dokter, mengobati si kecil yang sedang demam. Fatin didampingi Samawa dan istrinya yang selalu telaten mengasuh si kecil.
Di tengah perjalanan tiba-tiba mereka dicegat oleh sebuah kendaraan besar yang berhasil memepet mobil yang dikemudikan Samawa. "Siapa mereka?" bisik Fatin cemas.
"Apakah mereka orangorangnya….." Mini, istri Samawa mendadak terdiam, dipeluknya erat-erat si kecil dalam pangkuannya. "Tenang saja, kalian tetap di mobil. Biar aku urus mereka," kata Samawa, seketika membuka pintu kendaraan dan menghampiri dua orang berseragam.
Fatin mengawasi dari dalam kendaraan. Kalau dicermati, mereka tidak bertampang kriminal, pikirnya. Seperti pegawai Pemda?
"Tenang, Bung Sam, kami tidak berniat jahat," kata lelaki berseragam yang berjalan mendahului rekannya, menyambut Samawa dengan senyum ramah. "Betul. Hanya ingin menyampaikan surat ini untuk majikan Bung," sambung rekannya seraya menyerahkan sebuah amplop dinas.
"Oh, baiklah akan kusampaikan. Selesai?" "Siap, pamiiit!" sahut keduanya, memberi hormat. Fatin yang mengawasi mereka terheran-heran.
"Mereka sudah kenal Bang Sam sebagai jagoan Bima," komentar Mini, istrinya Samawa sambil tertawa bangga."Bang Sam pernah menjadi asisten Bupati lama…."
"Oya? Mengapa baru cerita sekarang?" Fatin menoleh ke arah Mini.
"Aduh, maaf, keceplosan." Mini tersipu-sipu. "Bang Sam tidak mau pamer kelebihannya kecuali terpaksa…." Samawa kembali ke belakang kemudi, menyerahkan titipan amplop dinas berkop Pengadilan Agama kepada Fatin.
"Pengadilan Agama menyatakan pernikahanku gugur karena tidak ada persetujuan istri tua," gumam Fatin terdengar datar dan kaku, sesaat mencermati isi surat tersebut. Mini penasaran, menyela dari jok belakang.
"Gagal pernikahan? Baru kali ini mendengarnya." "Ah, itu tidak berlaku dalam agama kita," kilah Samawa. "Ini buktinya dinyatakan tidak sah, Bang."
Fatin mengimingkan surat di tangannya.
"Bukankah kalian menikah dua kali?" Samawa masih menenangkannya. "Awalnya dia hanya mau nikah siri, tapi kemudian didaftarkan secara resmi ke Pengadilan Agama," jelas Fatin. "Aku punya dokumen nikah resmi."
"Nah, itu maksudku. Tetap saja secara agama kalian sudah menikah sah."
"Maksudmu bagaimana, Bang?" kening Fatin berkerut. "Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Bukankah memang ini lebih baik untukmu, Mbak Fatin?"