"Oh, tidak, aku tetap harus mencari cara untuk melarikan diri," desisnya pula meralat kepasrahannya, beberapa saat kemudian.
"Mama, mau makan," usik suara si kecil dari balik kasur tipis
"Alhamdulillah, kamu sudah membaik, ya Nak. Iya, makanlah semuanya, Nak. Harus sehat, harus kuat," katanya menyemangati si kecil.
Sepotong roti yang sudah kering, pisang dan apel yang berhasil ditelan si kecil.
"Sudah, Mama, kenyang," ujarnya kembali membaringkan tubuhnya.
Fatin menyelimutinya de ngan perasaan hancur lebur. Ba gaimana tidak, selama ia menjadi ibunya, baru kali inilah dirinya merasa telah sangat gagal.
Dan terutama sangat bersalah!
"Maafkan kelemahan Mama, ya Nak, maafkan," bisiknya lirih, dikecupnya dahi Ridho kecil.
"Doa,Mama," pintanya samar - samar sebelum memejamkan matanya kembali.
Oh, ya Allah, anak sekecil ini?
Si kecil mengingatkannya agar berdoa!
"Doa, ya Nak, iya, ya, Mama akan berdoa…."
Mau sholat, tidak ada sesuatu yang bisa dijadikannya sebagai mukena.
"Seprei ini, ya, kurasa bisa," gumamya membatin sesaat pandangannya jatuh di atas seprei yang melumbruk di sudut ruangan bawah tanah itu.
Meskipun bau segala rupa, perpaduan tengik dengan kecoa yang menyengat, tetapi ia meneguhkan hatinya. Agar ia bisa memanfaatkan seprei buluk itu sebagai pengganti mukena.
Ia membelitkannya ke tubuhnya supaya rapat.
Belum ambil wudhu, oh, ya Tuhan!
Tidak, tidak perlu memaksakan, nanti Frankie keburu kembali.
Seperti yang telah terjadi kemarin. Ketika Fatin membebaskan dirinya dari cengkeraman lelaki jahim itu, baru saja membasahi telapak kanan; buuuug, buuug!
Dua pukulan keras menghantam pundaknya kuat-kuat.
"Mau apa kamu?" sergahnya dengan tatapan bengis.
"Aku hanya ambil wudhu…." Fatin meringis kesakitan.
"Ambil wudhu, sholat, sesembahan Tuhan, cuiiih!"
Lelaki itu menyemburkan ludahnya ke muka Fatin.
"Busuk, ibliiiiis!" raung Fatin.
"Nah, kamu sudah tahu aku busuk, iblis," kekehnya menyeringai.
"Mengapa masih juga percaya, kalau aku mau mengawinimu?
Cuiiih!"
Darah serasa membuncah naik ke ubun-ubun kepalanya.
Fatin melemparkan pot bunga yang tersambar begitu saja oleh tangannya.
Praaaang!
Frankie berhasil berkelit.
Pot bunga menghajar kaca rias di belakang kepala lelaki itu.
"Perempuan sinting!" Lelaki itu meloncat ke arahnya sambil meraung hebat.
"Dasar, perempuan tidak tahu diri!"
Plaaak!
(Bersambung)