Ahad 01 Feb 2015 17:26 WIB

Wonderkid, Antara Label dan Kenyataan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,"Sebuah kebanggaan dan impian yang jadi nyata.

Alasan mengapa saya memilih Real Madrid karena tim ini memiliki kondisi mumpuni, di dalam maupun di luar lapangan. Tujuan saya adalah menjadi pemain terbaik sesegera mungkin."

Itulah rangkaian kata Martin Odegaard dalam keterangan pers di ruang pers Ciudad Real Madrid, beberapa waktu lalu. Odegaard, bintang muda penuh bakat berusia 16 tahun asal Norwegia, ditransfer Los Blancos dari Stromsgodset dengan nilai transfer yang tak diungkapkan.

Media lokal Spanyol menyebut angka 3 juta euro, sementara media lokal Norwegia berspekulasi di angka 4 juta euro.

Terlepas dari spekulasi ihwal kocek yang kudu dirogoh manajemen klub, kepindahan Odegaard ke Madrid termasuk di luar dugaan. Namun, jangan bayangkan si pemain akan langsung membela tim utama Los Merengues yang diperkuat Cristiano Ronaldo dan rekan-rekannya. Pemain yang telah membela tim nasional senior Norwegia ini akan bermain di Real Madrid Castilla (tim usia muda Madrid) di bawah asuhan legenda sepak bola asal Prancis, Zinedine Zidane.

Odegaard hanya satu dari beberapa bintang muda penuh bakat yang bertaburan di planet bumi. Para pemain muda itu kerap disebut wonderkid. Apabila diterjemahkan secara bebas, wondekid berarti anak ajaib. Dalam konteks ini, maksudnya adalah pemain-pemain muda yang memiliki talenta tinggi dan berpotensi menjadi salah satu pemain terbaik dunia dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan.

Beberapa pemain papan atas dunia yang berseliweran sekarang pun awalnya berstatus wonderkid.

Sebut saja, megabintang Barcelona berkebangsaan Argentina Lionel Messi, superstar Madrid asal Portugal Cristiano Ronaldo, hingga bintang muda Juventus berpaspor Prancis Paul Pogba. Messi, Ronaldo, dan Pogba berkembang lantaran sejumlah faktor utama. Selain lingkungan tempat berlatih dan berlaga, pelatih juga menjadi faktor krusial lain.

Frank Rijkaard dan Pep Guardiola mengembangkan potensi Messi. Kemudian, Sir Alex Ferguson mengubah permainan Ronaldo, dari sosok yang kerap berlama-lama dengan bola, menjadi pemain efisien. Sementara, Pogba menahbiskan diri sebagai gelandang kelas dunia berkat tangan dingin Antonio Conte.

Namun, tak semua wonderkid berhasil menjadi pemain bintang. Terdapat pula sejumlah nama yang gagal. Penyebabnya macam-macam, tetapi sebagian besar sama, yaitu gagal memikul beban berat yang ditanggung. Laman the Guardianpada Kamis (29/1), mencoba memotret kegagalan wonderkid melompat lebih tinggi dalam sosok Bojan Krkic.

Mantan pemain Barcelona itu, sebagaimana Messi, merupakan alumnus La Masia. Bojan, disebut-sebut sebagai "the next Messi". "Bojan adalah harta karun," ujar Rijkaard menggambarkan potensi pemuda keturunan Serbia itu.

Namun, situasi berbalik tanpa diduga. Rijkaard dipecat manajemen Barcelona pada akhir musim 2007/2008. Sang pengganti, Pep Guardiola, tidak memercayai Bojan sepenuhnya.Setelah itu, Bojan mencoba peruntungannya di Italia bersama AS Roma. Faktor Luis Enrique, mantan pelatih Barcelona B, membuat pria kelahiran 1989 itu yakin bisa berkembang di Negeri Pizza. Namun, lemahnya mental membuat kiprah Bojan bersama Roma majal.

Seiring kepergian Enrique, Bojan pun hengkang ke AC Milan dengan status pinjaman. Tapi, situasi tak berbeda dialami. Hanya sembilan laga, tiga gol bersama Milan menjadi pencapaiannya. Sungguh mengecewakan. Setelah kegagalan di Italia, Bojan hengkang ke Belanda membela Ajax Amsterdam. Hasilnya? 11-12.

Permainan Bojan tak lebih dari pemain semenjana.

Ditempatkan pelatih Ajax Frank De Boer sebagai penyerang tengah maupun winger, permainan pria bernama lengkap Bojan Krkic Perez, jauh dari memuaskan. Juli 2014, Bojan mengambil langkah drastis. Ia terbang ke Inggris dan membela klub papan bawah Stoke City. Hingga petaka menimpa pada 26 Januari 2015. Bojan menderita cedera lutut di kancah Piala FA sehingga harus absen hingga akhir musim nanti.

Kisah kegagalan Bojan menjadi pemain papan atas bisa menjadi pelajaran Odegaard maupun wonderkid-wonderkid lain di masa kini, semisal Gabriel Barbosa (Brasil, Santos)

maupun Pierre-Emile Kordt Hojbjerg (Denmark, Bayern Muenchen) jika tidak ingin bernasib serupa.  Oleh Muhammad Iqbal ed: Endro Yuwanto

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement