Indonesia masih kekurangan tenaga dan ahli di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, negeri ini membutuhan sedikitnya 1.000 orang tenaga profesional di bidang TI per tahun.
Kebutuhan ini akan semakin terasa besar mengingat kian berkembangnya bidang TIK serta beragamnya bidang usaha yang membutuhkan tenaga profesional tersebut. Melihat tingginya kebutuhan tanaga ahli di sektor TIK itu ke depan, Huawei berkomitmen untuk mencetak sedikitnya 1.000 anak muda menjadi ahli di bidang TIK. Janji ini akan direalisasikan dalam tiga tahun ke depan melalui program corporate social responsibility (CSR) pelatihan.
"Pada tahap pertama ini kami baru menamatkan sebanyak 100 orang, dan akan berlanjut terus hingga mencapai 1.000 orang dalam tiga tahun ke depan," ujar Presiden Direktur PT Huawei Tech Investment, Sheng Kai, pada acara inaugurasi program Huawei Certified Datacom Associate (HCDA) Student Training tahap pertama di kampus Pustiknas, Ciputat, pekan lalu.
Guna mewujudkan program mencetak 1.000 tenaga ahli bidang TIK tersebut, perusahaan penyedia solusi teknologi informasi dan komunikasi tersebut menggandeng PT Telkom dan PT Telkomsel. HCDA Student Training adalah kelanjutan dari kesepakatan yang ditandatangani pada Oktober 2013 antara Huawei dengan Badan Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo, Telkom, dan Telkomsel yang disaksikan oleh Presiden SBY dan Presiden Cina Xi Jinping. Berdasarkan komitmen tersebut, Huawei dan para mitra sepakat mendukung program pelatihan telekomunikasi untuk talenta lokal dari universitas terkemuka Indonesia.
Huawei, kata Sheng Kai, percaya bahwa pendidikan dan komunikasi adalah faktor utama dalam meningkatkan daya hidup manusia. "Karena itu, kami berkontribusi dalam upaya meningkatkan industri telekomunikasi Indonesia dengan cara membantu menyiapkan talenta-talenta TIK lokal muda melalui program CSR global kami, yakni Telecom Seed for the Future," ujar Sheng Kai.
Sebanyak 100 mahasiswa yang pekan lalu menerima sertifikat setara dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Network Administrator tersebut berasal dari tiga perguruan tinggi, yakni ITB, UGM, dan Universitas Telkom. Mereka harus mengikuti seleksi oleh Huawei untuk bisa mengikuti pelatihan yang berlangsung selama sepekan. Sebelum pelatihan, Huawei telah memberikan pelatihan training for trainer kepada para pelatih tersertifikasi dari Pustiknas dan ITB.
Sheng Kai menjelaskan, program mencetak 1.000 ahli bidang TIK ini akan menyasar mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya. Pada tahap kedua nanti, Huawei akan menggandeng Universitas Diponegoro, ITS, dan Uiniversitas Indonesia.
Direktur Human Capital Management Telkomsel Herdy Harman mengatakan, pihaknya yakin dengan program pelatihan ini dalam upaya mencetak tenaga yang ahli di biadang TIK. "Industri ini terus tumbuh, berkembang, dan semakin kompetitif. Karena itu, kami berharap pertukaran pengetahuan dalam program ini akan menjadi batu loncatan yang baik bagi mahasiswa TIK di Indonesia," katanya.
Telkomsel akan menyambut 10 besar peserta terbaik pelatihan untuk mengikuti magang di anak perusahaan Telkom tersebut. "Keahlian kami dalam bisnis seluler yang saat ini terfokus pada pelayanan digital seharusnya dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi para mahasiswa," papar Herdy.
Sambut AFTA
Sementara itu, Kepala Balitbang SDM Kementerian Kominfo Basuki Yusuf Iskandar menjelaskan, kebutuhan tenaga ahli di bidang TIK ke depan sengat besar. "Indonesia harus menyiapkan dirinya untuk menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015. Pendidikan berkualitas yang diperkuat oleh keahlian kerja bersertifikat adalah aset penting yang harus dimiliki untuk menghadapi tantangan persaingan SDM dari negara ASEAN lainnya," ujarnya. Untuk itu, ia menilai kerja sama pelatihan tersebut sangat penting bagi upaya pengembangan SDM, terutama untuk bersaing dalam industri telekomunikasi.
Jangan sampai, kata Basuki, bidang TIK nantinya dikuasai oleh anak muda dari negara lain. "Pelatihan ini salah satu modal untuk bersaing nantinya."
Disebutkan, dasar kompetisi dalam pasar bebas nanti adalah kompetensi. Untuk itu, para mahasiswa perlu memiliki keahlian dan kemampuan agar bisa diterima pasar dan unggul dalam persaingan. "Ingat, orientasi kerja tidak hanya nasional, tapi pasar internasional yang tentu lebih luas dengan persaingan yang lebih ketat," papar Basuki.
Sebelumnya, dalam program yang sama, Huawei telah memboyong puluhan mahasiswa ITB dan Universitas Telkom guna mengikuti magang di pabrik mereka, di Shenzhen, Cina, November tahun lalu. Selain melihat pabrik, para mahasiwa tersebut juga belajar budaya dan bahasa Cina di Communication University of China di Beijing. ''Program CSR kami bukan hanya memberikan pelatihan bidang TIK, tapi juga dari sisi budaya," ujar Shang Kei. ed:khoirul azwar