Spirit kemandirian produksi vaksin yang menggelora pada PT Bio Farma tak luput dari ancaman kompetitor. Akreditasi dari organisasi kesehatan dunia (WHO) tidak lantas membuat PT Bio Farma duduk manis.
Indonesia melalui PT Bio Farma bercita-cita ingin menguasai tek nologi yang mendasar dalam mem- n roduksi vaksin. Direktur Peren canaa dan Pengembangan PT Bio Farma (Persero) Drh Sugeng Raharso MM mengakui, tantangan ekspor vaksin dalam beberapa tahun ke depan semakin ketat.
Pihaknya membutuhkan inovasi dalam memunculkan produk vaksin baru melalui Direktorat Riset dan Pengembangan. "Cina dan India men jadi pesaing terberat. Mereka telah mengantongi pra-kualifikasi dari WHO dan siap menyediakan vaksin dengan harga murah," katanya di sela Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN) ke-4 di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (19/8).
Direktur Utama PT Bio Farma Drs Iskandar Apt MM mengakui, industri farmasi Indonesia selama ini berada di zona nyaman, karena selalu dipasok kedua negara tersebut. Na mun, lanjutnya, efek jangka panjangnya justru membelenggu para pelaku industri obat. Sebab, selalu mengimpor bahan bakunya. Faktor penghambat itulah yang coba dihalau oleh Bio Farma.
Dalam menghadapinya, Badan Usaha Milik Negara ini berani berinvestasi besar untuk kegiatan riset vaksin. Iskandar sadar, kendati butuh 10-20 tahun lagi dalam melahirkan sebuah vaksin baru, namun jalan untuk merdeka di industri farmasi mulai terbuka dengan konsorsium periset vaksin.
Bio Farma mengambil langkah untuk mempelajari teknologi platform technology melalui teknik konjunggasi dan rekombinan. Penguasaan periset terhadap kedua teknik ini diyakini bisa menjadi kunci produksi obat komersil dan vaksin.
Walhasil, saat ini vaksin yang beredar di masyarakat telah mempunyai keamanan dengan menggunakan standar kualitas internasional. Sehingga mampu meningkatkan ke kebalan yang lebih baik dan mam pu bertahan dalam jangka waktu lebih lama.
"Produk bukanlah yang terpenting, tapi yang harus dikuasai adalah teknologinya. Dengan begitu, maka kami bisa merebut industri, meski saat ini prosesnya masih di level prototype," cetus Iskandar.
Sinergi ABG (Academic, Business, dan Government) untuk mempercepat proses produksi pun turut men jadi penunjangnya.
Staf Ahli Kemenristek RI Prof- Broto Kardono mengakui perlu ada nya peningkatan di sektor pengua sa an teknologi farmasi. "10 tahun ter- akhir, perkembangan vaksin meng alami kemajuan yang sangat pesat. Bio Farma telah melakukan inovasi melalui sinergi ABG," kata Broto.
Ke depan, proses produksi vaksin masa depan diharapkan dapat memproduksi vaksin yang aman, tahan lama, berkurangnya efek samping yang ditimbulkan, antigen yang tepat, adjuvant yang aman, memiliki protein aktif, dan menggunakan DNA rekombinan.rep: indah/kik/sandy