Rabu 28 May 2014 13:03 WIB
Pembiayaan Syariah

Aturan Pembiayaan Syariah Ketat

Salah satu kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa perbankan syariah mendominasi pembiayaan ramah lingkungan. Bagi pelaku industri perbankan syariah, hal ini terjadi karena ketatnya aturan terkait pembiayaan.

Sekretaris Perusahaan PT BRI Syariah Lukita Prakasa mengemukakan, kredit perseroan ditentukan oleh Komite Pembiayaan. Namun, secara tidak sadar segala putusan yang dibuat oleh Komite Pembiayaan mengarah pada efek kebijakan green financing.

Ia menegaskan, pada prinsipnya Komite Pembiayaan di BRI Syariah pada saat memutuskan persetujuan untuk pencairan pembiayaan sangat mempertimbangkan aspek maslahat. “Khususnya, setiap proyek yang dibiayai tidak akan menimbulkan dampak lingkungan,” ujarnya di Jakarta, Senin (26/5).

Hal yang sama dinyatakan Sekretaris Perusahaan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) Meitra N Sari. Ia menyampaikan aturan perbankan syariah memang melarang pembiayaan yang tak sesuai prinsip syariah. Misalnya, perusahaan rokok, minuman keras, terkait judi, hingga perusahaan yang merusak lingkungan.

Tak heran, sebagian perbankan syariah lebih mengarah pada proyek yang ramah lingkungan. “Intinya bank syariah memang tidak diperbolehkan untuk membiayai sektor yang besar mudharatnya,” katanya kepada Republika, Senin (26/5).

Terkait pembiayaan ramah lingkungan, ia menambahkan, BMI merupakan bank pertama yang menginisiasi pembiayaan di sektor PLTM (pembangkit listrik tenaga mini hidro). Bahkan, pembiayaan PLTM porsinya paling besar dari total pembiayaan di segmen korporasi.

Berdasarkan data BMI, total pembiayaan BMI Rp 41,5 triliun atau naik 26,78 persen dari 2012. Segmen terbesar, yakni korporasi dengan porsi sebesar 45,58 persen dari total outstanding pembiayaan BMI. Di segmen korporasi, portofolio pembiayaan terbesar tersalurkan pada sektor jasa-jasa dunia usaha sebesar Rp 4,2  triliun atau porsi 22,36 persen dari total pembiayaan segmen korporasi. 

Selain itu, portofolio terbesar kedua ada di segmen korporasi, yakni sektor listrik, gas, dan air (termasuk di dalamnya PLTM) sebesar Rp 2,5 triliun. Atau, 13,59 persen dari total pembiayaan segmen korporasi.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Pengawasan Perbankan Mulya Siregar mengatakan hingga triwulan I 2014, total kredit green financing di perbankan Indonesia mencapai Rp 15,5 triliun.

Pembiayaan ramah lingkungan ini, menurutnya, memang didominasi perbankan syariah. Alasannya karena peraturan perbankan syariah yang sangat ketat.

Sejauh ini bank syariah yang memiliki portofolio terbesar dalam green financing, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat. Namun, porsinya masih kecil. Pembiayaan bermasalah atau NPF di sektor tersebut juga masih kecil.

Pembiayaan green financing di perbankan di Indonesia hanya sebesar 0,47 persen dari total kredit bank sebesar Rp 3.306 triliun. Peningkatan porsi pembiayaan di sektor tersebut akan berdampak pada penurunan beban impor energi dan pangan.

Pembiayaan green financing didominasi pada proyek pembangkit listrik tenaga mini hidro dengan rata-rata nominal kredit tersebut sebesar Rp 259 miliar per bank. Sedangkan, contoh lain yang termasuk dalam kategori green financing, antara lain, micro hydro, pertanian organik, perikanan, biogas, geotermal, ecotourism, biofuel dan green forestry. n ichsan emrald alamsyah, satya festiani ed: irwan kelana

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement