JAKARTA -- Perbankan syariah di Indonesia kini menduduki peringkat kelima terbesar dunia. Indonesia berdiri di bawah Iran, Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Hal tersebut berdasarkan nilai dari Islamic Forum Country Index (IFCI).
Bagi Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah Muhammad Syakir Sula, tak seharusnya Indonesia berada di posisi kelima, apalagi bisa disalip oleh negara lain. Seharusnya dalam 10 tahun ke depan Indonesia berada di peringkat pertama. Ada berbagai alasan, dari jumlah Muslim terbanyak hingga ekonomi dan politik yang stabil.
Menurutnya, sebagai lokomotif utama pertumbuhan, perbankan syariah membutuhkan bank besar yang siap berkompetisi. "Kompetisi untuk bersaing memperebutkan likuiditas atau dana masyarakat," kata Syakir Sula, pekan lalu.
Foto:Republika/Prayogi
Petugas menghitung uang nasabah di banking hall salah satu kantor cabang Bank BNI Syariah, Jakarta, Rabu (16/7).
Tantangan makin berat ketika Indonesia secara resmi memasuki MEA. "Padahal pada saat yang sama Indonesia memiliki pasar yang begitu besar dan stabilitas ekonomi," ujarnya. Kalau Indonesia tidak siap, maka Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk-produk barang dan jasa dari negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Oleh karena itu, presiden dan kabinet baru perlu menangkap peluang besar dalam industri keuangan syariah dengan langkah-langkah strategis.
Salah satu langkah strategis tersebut adalah mengonversi atau mengubah salah satu bank dan asuransi BUMN menjadi BUMN Syariah. "Langkah ini juga untuk menjaga bank syariah ketika Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015," kata Syakir.
Selain itu, kebijakan 50 persen dana APBN disalurkan melalui bank syariah. "Salah satu negara yang sukses menjalankannya adalah Malaysia yang 100 persen menyalurkan dana melalui bank syariah," tuturnya.
Ketiga, kebijakan 25 persen 'saja' pembiayaan infrastruktur Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). "Karena dengan dana 25 persen dari Rp 4.000 triliun hingga 2025 mendatang akan sangat besar pengaruhnya bagi bank syariah," papar Syakir.
Keempat, investor perlu insentif berupa regulasi yg ramah dan kebijakan keringanan pajak. Malaysia, tutur dia, bisa menjadi contoh dalam 10 tahun pertama memberi pembebasan pajak bagi investor keuangan syariah.
Tancap gas
Direktur Bisnis BNI Syariah Imam Teguh Saptono dalam sebuah diskusi pernah mengungkapkan bahwa pendirian BUMN Syariah adalah salah satu opsi untuk menumbuhkan perbankan Islami dalam negeri. Ia menegaskan, satu bank BUMN Syariah bisa membuat ekonomi Islam tancap gas. Apalagi jika bank BUMN tersebut berasal dari merger beberapa anak usaha bank pemerintah.
Hanya saja, opsi tersebut tak bisa dilakukan dengan mudah. Butuh waktu dan kebijakan pemerintah yang tepat untuk menyatukan bank syariah. "Apalagi jika BUMN tersebut berasal dari beberapa bank syariah," tuturnya.
Syakir menegaskan, sebetulnya tak ada tantangan besar mengadang pemerintah untuk mengonversi bank BUMN dan asuransi BUMN menjadi bank dan asuransi syariah.
Justru tantangannya berasal dari pemerintah sendiri yang selama ini terkesan ragu. ''Atau bisa jadi mengganggap akan terjadi kanibalisme terhadap konvensional, padahal anggapan itu salah,'' tuturnya.
Menurutnya, meningkatnya volume aset, pembiayaan, dan DPK bank syariah secara otomatis membesarkan konvensional. rep:ichsan emrland alamsyah ed: irwan kelana