JAKARTA -- Direktur Utama PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusumajati menyebut daging sapi lokal hanya mampu menambal 16,9 persen dari kebutuhan nasional. Selebihnya, ketersediaan daging sapi di pasar didominasi barang impor dan ilegal.
"Fakta ini memprihatinkan, perlu ada pembenahan mendasar dalam mengatur ketersediaan sapi nasional, dimulai dari menghitung pasokan dan kebutuhan secara jujur," kata dia dalam FGD Bincang-Bincang Agribisnis, Selasa (5/1).
Marina menguraikan, daging ilegal terbagi dalam dua kategori. Kategori pertama yang benar-benar tidak dibolehkan masuk karena negara asal daging tersebut belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Sedangkan, kategori yang kedua dilarang berdasarkan peraturan kementerian.
Sejak dua tahun belakangan, ia menjadi saksi bahwa pemerintah tahu soal keberadaan daging ilegal. Sayangnya, keberadaannya seakan-akan dibiarkan.
Padahal, keberadaan daging ilegal menambah beban pengusaha-pengusaha sapi lokal. Ketika banyak sapi impor, daging sapi ilegal pun marak dan membuat bisnis sapi lokal tak bergerak karena kalah bersaing dari segi harga.
Ia pun meminta pemerintah tidak membuka keran impor sapi dari India. Terlebih, negara tersebut belum dinyatakan bebas PMK. "Daging ilegal tidak tiba-tiba saja datang di pasar, ia pastinya telah melewati pemeriksaan di bea cukai, pelabuhan, dan lainnya, tapi seolah dibiarkan," tuturnya.
Ketua Umum DPP Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana menegaskan hal tersebut. Ia bersama peternak mendapat temuan keberadaan daging sapi ilegal di pasar tradisional dan modern. Ia bahkan memeroleh data resmi dari Pemerintah India soal kebenaran impor daging kerbau ke Tanah Air.
"Soal ini kita sudah mengirim surat resmi ke Presiden berikut data-datanya. Ini harus diakhiri," katanya. Ia lantas membeberkan data resmi Pemerintah India yang melakukan ekspor daging kerbau asli ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tren daging impor dari India ke Indonesia menurun sejak 2012, tetapi dari Malaysia dan Singapura meninggi.
Kapal ternak jumbo
Terkait pengadaan kapal ternak, pelaku usaha menilai Camara Nusantara I sangat baik untuk memperlancar distribusi sapi dari sentra produksi ke daerah konsumen. Namun, keberadaannya dinilai belum terlalu penting, bahkan mubazir karena populasi sapi lokal belum memadai.
"Keberadaannya belum penting karena memang ketersediaan sapi lokal masih sedikit," kata Marina Ratna Dwi Kusumajati. Perusahaannya secara rutin dan konsisten mendatangkan sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak tujuh kontainer, dengan satu kontainer berisi sapi seberat 15 ton atau 700 ekor sapi.
Keberadaan kapal, lanjut dia, akan percuma jika ketersediaan sapi lokal kosong di sentra produksi. Oleh karena itu, yang terpenting adalah bersungguh-sungguh memperbanyak sapi lokal dan menguatkan peternak.
Seperti diketahui, pemerintah mendatangkan 353 sapi dari NTT ke Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta secara perdana dengan kapal ternak KM Camara Nusantara I, Ahad (11/12). Sapi-sapi yang diangkut yakni jenis sapi bali jantan yang memiliki rata-rata bobot hidup 250-350 kilogram. ed: ichsan emrald alamsyah