KAMPALA -- Parlemen Uganda mengamendemen Undang-Undang Lembaga Keuangan dan mulai memperkenalkan sistem perbankan Islam. Parlemen Uganda juga mengharuskan adanya Dewan Penasihat Syariah Pusat di Bank Sentral Uganda sebagai regulator bank penyedia layanan syariah.
Presiden Uganda Yuweri Museveni sudah dan terus mendorong adanya model bank Islam di sana. Sebab, perbankan di sana boleh menjual produk keuangan lain seperti asuransi, hal yang sama juga berlaku untuk bank syariah. Hanya saja, asuransi dijual harus memenuhi ketentuan syariah.
Undang-Undang Keuangan Uganda pada 2004 melarang lembaga keuangan untuk melakukan transaksi perdagangan, menjual produk asuransi, dan koneksi dengan beberapa sektor lain. Karena itu, produk keuangan Islam seperti murabahah (jual beli), musyarakah (kemitraan), dan mudharabah (bagi risiko dan hasil) dilarang.
Pun ijarah, ishtisna, dan mudharabah dalam akuisisi lahan dan properti oleh lembaga keuangan juga dilarang. Dengan melakukan amendemen, semua akad yang digunakan dalam produk keuangan Islam akan menjadi jelas setelah Presiden Uganda menandatangani aturan negara ini.
Kepada parlemen, Ketua dan Juru Bicara Komite Keuangan Uganda Robert Kasule Ssebunya dan Rebecca Kadaga menyampaikan, komunitas Muslim di Uganda sudah meminta reformasi ini. Sebab, aturan Islam melarang riba. Alasan utama penolakan terhadap bunga ini karena dalam Islam uang dilarang dijadikan komoditas penghasil untung. Keuntungan hanya boleh diperoleh dari jasa dan perdagangan.
Dengan amendemen ini pula Pemerintah Uganda mulai bisa menerbitkan sukuk. Bursa Efek Uganda juga berencana membuat daftar efek syariah. Langkah ini menjadi pengakuan terhadap keunikan sistem keuangan Islam serta perannya bagi kestabilan pertumbuhan ekonomi.
Komite Keuangan juga menyebut setidaknya 11 dari 22 bank konvensional di Uganda sudah menyampaikan minat menyediakan produk keuangan Islam.
Sebelumnya, beberapa negara juga melonggarkan aturan bagi tumbuh kembangnya bank syariah. Seperti Parlemen Kazakhstan mengamendemen peraturan jasa keuangan syariah di akhir 2015, termasuk soal konversi bank konvensional menjadi bank syariah.
Bank Sentral Kazakhstan pun berencana mengurangi syarat modal bagi bank syariah menjadi 5 miliar tenge (setara 16,3 juta dolar AS) dari 10 miliar tenge. Ini menjadi bagian inisiatif negara ekonomi terbesar di Asia Tengah itu untuk memikat investor asing.
Deputi Guberbur Bank Sentral Kazakhstan Nurlan Kussainov mengatakan, reduksi modal syarat bank syariah ini berlaku untuk baik bagi bank domestik maupun asing. Kelonggaran ini diharapkan juga bisa mendorong munculnya pemain-pemain baru setelah adanya bank Islam penuh Al Hilal Islamic Bank yang asetnya satu persen dari total aset perbankan di Kazakhstan.
''Grup bank besar seperi Al Baraka Bahrain and Maybank Malaysia menunjukkan ketertarikan mereka terhadap pasar Kazakhstan,'' kata Kussainov, seperti dikutip Reuters. Bank Sentral Kazakhstan juga berencana memperkenalkan asuransi tabungan syariah dan membolehkan bank-bank Islam memiliki unit jasa keuangan syariah