Kamis 12 Jun 2014 15:30 WIB

Berharap Limpahan Berkah Musik Islami

Red:

Puluhan anak muda yang berasal dari berbagai daerah memadati sebuah ruangan di lantai 11 Gedung Menari ESQ 165 Jakarta. Mereka serius mendengarkan pemaparan dari seorang lelaki muda. Sesekali bertanya dan melontarkan candaan yang unik menyegarkan.

''Saya bisa begini karena nasyid yang Anda kenal atau sebut sebagai musik Islami,'' kata lelaki muda itu yang ternyata kemudian diketahui sebagai Ainur Rofik Lil Firdaus alias Opick. Dia secara lembut kemudian memotivasi para juniornya itu. Menurutnya, janganlah terpaku pada genre musik. Musik Islami itu bebas saja, mau jazz, akapela, nasyid, rock, pop, blues, balada, atau apa saja jenis musik lainnya. Silakan pilih dan pakai.

''Yang penting kalian harus konsisten dan sabar. Terus buatlah lagu meski hanya ibu atau ayahmu yang mau mendengarkan. Jangan putus asa, tetap berkarya. Nanti akan ketemu jalannya,'' kata Opick meyakinkan. Dia kemudian bercerita soal masa lalunya sebelum sukses. Bagaimana penderitaan dan tantangan hidup tak menghalanginya untuk terus berkreasi.

''Yang terakhir, ya terus berdoa. Berkaryalah dengan jujur, jadikanlah lagu yang kamu buat sebagai nasihat pertama kepada dirimu sendiri sebelum disampaikan kepada orang lain.'' Anak-anak muda yang selama ini bergiat di grup nasyid menganggukan kepala. Mata mereka berbinar menandakan kuatnya keyakinan untuk menggapai sukses.

                                                              ******

Melihat antusiasme para anak muda itu, penggagas pertemuan yang bertema “Saresehan Pegiat Nasyid Nasional”, Teddy Tardiana, mengatakan, merasa gembira, tapi sekaligus terenyuh. Ini karena melihat besarnya pengharapan yang mengembang di dada mereka, tapi sekeligus belum ada pihak yang mau serius membimbingnya. Akibatnya, mereka seperti berjalan di tengah hutan lebat yang gelap, meraba-raba kian kemari hanya sekadar ingin mencari peruntungan, yakni keberkahan hidup.

''Harap diketahui musik Islami, dalam hal ini misalnya nasyid, berkembang terus secara semarak di berbagai pelosok daerah. Di kota besar di Jakarta tak usah ditanya. Namun, di daerah atau kota kecil, seperti Garut, Tegal, Prabumulih, Kebumen, Fak-Fak Papua, pasti ada grup nasyid. Jumlah tak hanya satu dan dua, tapi banyak. Namun, mereka tak muncul di publik nasional karena mereka di luar 'mainstream','' kata Teddy.

Teddy mengakui, maraknya syiar Islam memang mau tidak mau 'mengerek' musik Islami menjadi lebih populer di telinga rakyat secara luas. Bahkan, kini bentuk musik Islami tak hanya sebatas grup musik bercorak 'padang pasir' ala Nasyida Ria atau Al Fatah di masa lalu, tapi kini telah bermetamorfosis dalam banyak rupa. Sajian tak lagi terkesan kuno ala musik rebana di perdesaan masa lalu. Bahkan, kini sudah jamak menyajikan sajian musik 'full orkestra' ala musik modern lainnya.

''Genrenya tak lagi konvensional dangdut. Tapi, merambah hingga ke dalam genre musik milik kaum hitam Amerika, seperti rap atau musik ala orang Jamaika reggae. Musik tradisional seperti keroncong, bahkan campur sari sudah dijamah. Wajah musik Islami sudah berubah total. Tak lagi ada kesan tunggal hanya seperti Bimbo. Bahkan, musik Islami dan nasyid istilahnya sudah 'anak muda' banget,'' kata Teddy lagi.

Salah satu bukti geliat musik Islami itu bisa dilihat setiap kali tiba bulan Ramadhan. Pada saat itu pula, entah mengapa 'aura' dan 'hawa' media massa di Tanah Air, terutama radio dan televisi, penuh suasana religius. Lagu-lagu Islami berkumandang. Berbagai artis yang dalam kesehariannya bergaya dan mendendangkan lagu 'sekuler' mendadak alim. Mereka ramai berhijab ria dan mendendangkan lagu yang mengajak kepada kebaikan dan pertaubatan hidup.

Suasana ini jelas berbeda jauh, misalnya, dengan nuansa Ramadhan pada dekade akhir 70-an hingga awal 80-an. Saat itu, meski terdengar juga musik atau lagu Islami, volumenya masih sayup-sayup. Di kalangan kelas menengah Muslim, cenderung hanya kenal grup Bimbo. Sedangkan di kalangan 'Muslim awam' yang dikenal hanya Nasyida Ria bersama beberapa grup gambus asal Pekalongan dan Jakarta belaka.

Isi pesannya pun beragam. Bila dahulu cenderung hanya menjadi sajian nyanyian bernuansa tua yang penuh pepatah-petitih, kini temanya makin bernuansa anak muda. Uniknya lagi, bila dahulu para senimannya terlihat 'enggan' menampilkan simbol keislaman, seperti pakaian, pelaku industri, atau seniman musik Islami masa kini berani secara terbuka menampilkannya. Salah satu contohnya adalah adanya grup nasyid yang berani menyebut dirinya dengan 'The Jenggot'. Padahal lazimnya, mengenakan ‘jenggot’ dianggap tak fashionable atau malah disebut puritan.

''Tapi, buktinya kan tidak. Jenggot ternyata bisa menjadi pemanis kami yang memang anak-anak muda yang manis,'' seloroh aktivis grup nasyid asal Garut, The Jenggot. Bahkan, dia mengatakan produser rekaman ternyata tak risau dengan penampilannya. Mereka malahan senang. ''Nasyid dan jenggot tak ada kaitannya dengan minimnya kreativitas musik. Bahkan, dua hal ini kini menjadi identitas kami, terutama ketika hendak berkiprah dalam industri musik rekaman,'' ujarnya lagi.

Anggota grup nasyid asal Lampung, Ardi, juga bersikap senada. Meski banyak tantangan produksi lagu Islami terus tumbuh, kegiatan mereka memang tak terlihat karena tak muncul di layar televisi. ''Kami ternyata tetap eksis. Ada yang datang dan kemudian gugur, tapi banyak grup lainnya yang terus datang serta tumbuh. Sambutan publik pun tetap antusias,'' kata Ardi.

                                                                    ******

Pelantun lagu Islami kondang, Opick, mengakui antusiasme terhadap musik Islami hasil karya orang Indonesia ternyata sudah disegani di luar negeri. Di berbagai festival nasyid yang banyak digelar berbagai penjuru dunia, karya anak-anak Indonesia mendapat sambutan hangat. Meski memakai bahasa Indonesia, lagu-lagu Islami asal Indonesia dikagumi.

''Pada sisi ini, saya merasa banggsa ketika hadir dalam festival lagu Islami yang digelar di berbagai negara itu. Bayangkan sebelum naik ke pentas, di panggung muncul gambar raksasa  bendera merah putih. Jadi kami saat itu ternyata mewakili Indonesia. Sayangnya, pemerintah masih tak peduli. Mereka terpaku pada kepercayaan bahwa yang bisa mewakili Indonesia di forum dunia hanya olahraga saja. Maka, nasyid atau musik Islami lainnya dianggap sebelah mata dan tak mendapat perhatian,'' ujar Opick menegaskan.

Meski begitu, Opick mengaku tak memedulikannya. Sebab, yang diburu ketika melantunkan lagu Islami itu hanyalah berharap akan keberkahan Ilahi. Soal rezeki sudah ada yang mengatur. ''Bahkan, kalau CD kami terus dibajak, kini kami hanya bisa pasrah saja. Kami sudah anggap sebagai sedekah,'' kata Opick menandaskan.

oleh: muhammad subarkah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement